Tiongkok menggerakkan mesin diplomasi untuk mencari dukungan atas klaimnya di Laut Tiongkok Selatan.
Upaya tersebut dilakukan menjelang pengumuman keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, seperti dilaporkan Deutche Welle, Senin (2/5/2016).
Setelah bulan-bulan penuh provokasi militer, Tiongkok kini mulai menghidupkan mesin diplomasi untuk membetoni klaimnya atas Laut Tiongkok Selatan. Langkah itu diambil menjelang keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, yang akan diumumkan dalam beberapa pekan.
Baru-baru ini, negeri "Tirai Bambu" itu berhasil mengamankan dukungan Belarusi dan Pakistan.
Kedua negara itu kini "menghormati" sikap Tiongkok dalam konflik tersebut. Demikian tulis Kementerian Luar Negeri di Beijing.
Dalam pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri Asia dan Timur Tengah, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan, Beijing "bersikeras memecahkan masalah Laut Tiongkok Selatan secara damai lewat konsultasi dan negosiasi dengan pihak yang bersangkutan".
Beijing diyakini berupaya memecah ASEAN lewat diplomasi.
Belum lama ini, media-media Tiongkok mengutip Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok ihwal kesepakatan dengan Kamboja, Laos, dan Brunei, bahwa konflik di Laut Tiongkok Selatan tidak akan membebani hubungan Tiongkok dan ASEAN.
Strategi bilateral Tiongkok
Selain itu, keempat negara telah bersepakat akan mencari solusi lewat dialog langsung antara negara, bukan melalui ASEAN. Kesepakatan itu dibantah oleh juru bicara Pemerintah Kamboja, Phay Siphan. Dikatakan, Kamboja tetap bersikap netral.
Dengan strategi mencari damai lewat negosiasi bilateral, Tiongkok dicurigai ingin menggunakan kekuatan politiknya untuk menekan masing-masing negara yang bertikai.
Sebab itu pula, Pemerintah Amerika Serikat mengimbau ASEAN untuk memperkuat persatuan.
ASEAN sebagai sebuah organisasi "memiliki keunggulan dalam jumlah" untuk menghadapi isu sulit, seperti Laut Tiongkok Selatan, kata Anthony Blinken, Wakil Menteri Luar Negeri AS.
Menurut dia, ASEAN harus berpegang pada keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag terkait gugatan Filipina ihwal Kepulauan Spratly.
Tiongkok yang menolak mengakui pengadilan tersebut juga dilaporkan aktif melobi negara lain untuk mengikuti sikapnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR