Selama 200 tahun, cacing kapal menjadi makhluk misterius. Meskipun telah dideskripsikan secara ilmiah, tak satu pun ilmuwan yang menjumpainya dalam keadaan hidup di habitatnya.
Hingga tahun lalu saat melakukan riset ke Filipina, Daniel L Dustel dari Northeastern University melihat wujud makhluk tersebut dalam video Youtube.
Berbekal gambar latar video, ia lantas bertanya kepada ilmuwan lokal tentang kemungkinan lokasi cacing yang panjangnya mencapai 1,5 meter itu berada dan akhirnya menemukan di pedalaman Mindanao.
Baca juga: Untuk Pertama Kalinya, Bayi Gurita Dumbo yang Baru Menetas Terekam Kamera
Lewat publikasinya di Proceedings of the National Academy of Sciencespada Senin (17/4/2017), ia mengungkap bahwa cacing kapal itu lebih aneh dari dugaan.
Pertama, meski berbentuk menyerupai cacing, makhluk itu terbukti tak bisa dikatakan cacing sama sekali. Hewan tersebut malah masuk golongan hewan lunak, sebangsa dengan kerang.
Dengan panjang setara kasur twin, hewan dengan nama ilmiah Kuphus polythalamia itu bisa dikatakan sebagai remis terpanjang di dunia.
Kedua, tak seperti cacing kapal lain yang memakan kayu, remis yang diyakini juga hidup di wilayah Indonesia ini memakan gas!
Ketiga, mulut dan saluran pencernaan hewan itu kecil saking tak pernah digunakan. Tapi, insangnya luar biasa besar, jauh lebih besar dari hewan yang segolongan.
Dustel dan timnya meneliti insang itu dan menemukan kenyataan mengejutkan. Organ itu dipenuhi bakteri pemakan hidrogen suldifa.
Temuan bakteri pemakan hidrogen sulfida itu membuktikan adanya simbiosis yang memungkinkan bakteri mendapatkan tempat hidup dan K polythalamia mendapatkan nutrisi.
Bakteri mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfat, bentuk senyawa yang bisa dimanfaatkan K polythalamia sebagai sumber energi.
"Ini adalah salah satu bentuk evolusi konvergen (evolusi pada jenis yang jauh berbeda dan berlangsung mandiri untuk bisa menyesuaikan diri pada habitat tertentu)," kata Distel seperti dikutip Newsweek pada Senin.
Baca juga: Kecoak Menginspirasi Penciptaan Robot
Kemampuan bekerja sama dengan bakteri bernama 2141T menjadi kunci K polythalamia bertahan hidup dan tumbuh raksasa. Hewan itu tak perlu mencari mangsa sebab berenang saja sudah bisa mendapatkan nutrisi.
Tahun 2000, Distel pernah punya hipotesis bahwa makhluk-makhluk yang hidup di ventilasi hidrotermal bekerjasama dengan bakteri pemakan sulfur. Temuan ini mendukung hipotesis tersebut.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR