Pada tahun 2015, sekelompok peneliti dari Siberia menemukan Mollivirus sibericum, sebuah virus raksasa berusia 30.000 tahun, terperangkap dalam es Arktik. Mereka membawa virus tersebut ke laboratorium dan menemukan bahwa M sibericum dapat menginfeksi amoeba.
Hal yang sama juga terjadi sekitar sepuluh tahun sebelumnya ketika para peneliti menemukan Mimivirus di bawah lapisan es Russia yang meleleh. Virus tersebut dua kali lebih lebar dari virus biasa dan memiliki 1200 spesimen genetik. Sebagai perbandingkan, HIV hanya memiliki sembilan gen.
Walaupun pada saat ini, virus-virus raksasa kuno tersebut berada jauh dari populasi manusia, tetapi beberapa ilmuwan memprediksi bahwa perubahan iklim dapat melelehkan es Arktik dan membangkitkan mereka kembali.
Baca juga: Fosil Dinosaurus Raksasa Mesir Ungkap Hubungan Kuno Afrika dan Eropa
Boris A Revich dan Marina A Podolnaya, misalnya. Dalam laporan yang dipublikasikan dalam Global Health Action pada tahun 2011, mereka menulis, “Sebagai konsekuensi dari permafrost yang meleleh, vektor infeksi mematikan dari abad ke 18 dan 19 bisa bangkit kembali, terutama yang dekat kuburan para korban infeksi tersebut.”
Namun, Anda tidak perlu paranoid duluan. Sebab, menurut buku terbaru dari kolumnis sains dari New York Times, A Planet of Viruses, kemungkinan untuk virus-virus tersebut bebas dan menginfeksi manusia cukup kecil.
Dalam wawancara bersama Business Insider pada tahun 2015, Carl Zimmer yang menulis buku tersebut berkata bahwa virus-virus kuno yang bangkit kembali ditemukan setelah es Arktik dilelehkan.
“Mereka tidak mencair begitu saja. Mereka diproses dengan hati-hati di laboratorium dan itulah mengapa kemungkinan terjadinya pandemik oleh virus-virus kuno sangat rendah,”tambahnya.
Selain itu, virus-virus kuno tersebut biasanya menginfeksi amoeba dan belum ada patogen manusia yang muncul dari permafrost Siberia.
Baca juga: Berkat Kecerdasan Buatan, Kalimat Pembuka Buku Paling Misterius di Dunia Terungkap
“Bukan berarti bahwa virus-virus tersebut tidak akan muncul, tetapi ada begitu banyak virus yang bersirkulasi dalam tubuh hewan yang masih hidup. Jadi, kita perlu meletakkan virus-virus kuno tersebut di bagian bawah daftar kekhawatiran kita,” ucapnya.
Peneliti BRIN dan Inggris Berkolaborasi Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR