Pada tahun 1950, tidak ada kasus pembunuhan yang lebih mencengangkan daripada kasus Sam Sheppard. Sheppard adalah dokter terhormat yang telah membunuh istrinya.
Sheppard menjalani hukuman 10 tahun penjara. Kala itu, ia mengatakan bahwa ia berusaha melawan “penyusup berambut lebat” pada malam pembunuhan itu. Kasus ini pun mengilhami sebuah acara televisi dan film berjudul “The Fugitive”.
Persidangan tersebut menjadi perbincangan hangat di berbagai media. Akhirnya, Mahkamah Agung Amerika Serikat memerintahkan sebuah tuntutan ulang, dan Sheppard pun dibebaskan. Pada saat itu, tes DNA tidak tersedia untuk mengidentifikasi tersangka dari sampel darah di tempat kejadian.
Sheppard meninggal pada tahun 1970. Tujuh tahun kemudian, anaknya meminta penggalian kembali jasad Sheppard untuk memecahkan kebenaran. Akhirnya, terungkap bahwa DNA Sheppard tidak sesuai dengan darah dari tempat kejadian.
Tersangka justru terarah pada Richard Eberling, mantan pembersih jendela yang kemudian dihukum karena membunuh seorang wanita tua yang tidak berhubungan dengan kasus tersebut. Eberling tidak berbulu lebat, tetapi diketahui memakai rambut palsu.
Kasus ini sangat penting dalam peningkatan penggunaan sampel DNA yang tersimpan untuk memecahkan pembunuhan yang telah lama terjadi.
Misteri Evita
Beberapa orang terkenal menjadi lebih terkenal setelah meninggal. Hal ini terjadi pada Eva Peron atau Evita Peron, wanita pertama Argentina yang ikonik, yang meninggal karena kanker pada tahun 1952 di usia 33 tahun.
Jasad Peron yang sudah dibalsem dengan rapi itu dirontgen, kemudian disembunyikan dan dipindahkan selama 20 tahun sebagai bagian dari pertempuran politik yang kontroversial. Setelah bertahun-tahun di Italia, tubuhnya digali dan dibawa kembali ke Argentina. Jasad tersebut akhirnya terbaring di bawah tiga lempeng baja di Buenos Aires.
Penguburan itu masih menimbulkan pertanyaan mengenai Evita. Pada tahun 2012, seorang ahli bedah saraf dan ahli lainnya menerbitkan sebuah laporan. Laporan tersebut berdasarkan pada foto-foto rontgen tua yang menunjukkan bahwa Peron mungkin telah dilobotomi sebelum kematiannya.
Lobotomi, yang memotong koneksi ke korteks prefrontal otak, terkadang dilakukan untuk mengobati gangguan jiwa atau mengatasi penderitaan ekstrim bagi orang yang sekarat. Satu-satunya cara untuk mengetahui dengan pasti apakah Peron dilobotomi adalah dengan membujuknya. Sayangnya, hal itu tidak akan pernah bisa terjadi.
Gorila dalam Kabut
Uji forensik lebih dari sekedar pengungkap kasus kriminal, tetapi juga digunakan sebagai sumber pembelajaran mengenai alam.
Beberapa hewan paling terkenal yang digali untuk tujuan ini adalah gorila yang dipelajari oleh Penjelajah National Geographic, Dian Fossey, pada tahun 1970an. Fossey meneliti kera selama 18 tahun di Rwanda dan dibunuh di sana pada tahun 1985, setelah secara aktif mempertahankan wilayah tersebut melawan para pemburu.
Kini, beberapa gorila yang ia amati telah ditemukan untuk dipelajari lebih lanjut. Dikombinasikan dengan data Fossey dan catatan rinci para ilmuwan lainnya, kerangka tersebut memberikan pandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang bagaimana perubahan lingkungan atau kelompok sosial mempengaruhi kesehatan dan perkembangan gorila.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | Ema Indah Ruhana |
KOMENTAR