Nationalgeographic.co.id—Telah sejak lama, sedimen di mana temuan arkeologis didapatkan dianggap sebagian besar arkeolog hanya sebagai peroduk sampingan yang tidak penting dari penggalian. Namun, dalam beberapa tahun terakhir telah ditunjukan bahwa sedimen dapat mengandung biomolekul purba, termasuk DNA. Lantas bagaimana DNA Dapat terawetkan selama ribuan tahun di sedimen arkeologi?
Seperti diketahui, analisis DNA purba yang terawetkan dalam sedimen adalah teknologi baru yang memungkinkan pendeteksian keberadaan manusia dan hewan lain di situs arkeologi di masa lalu. Namun, sedikit yang diketahui tentang bagaimana DNA terawetkan dalam sedimen untuk jangka waktu yang lama.
Untuk menjelaskan hal tersebut, kini para ilmuwan mengisolasi DNA dari blok padat sedimen yang terimpregnasi yang tertanam dalam resin plastik. Studi tersebut mengungkapkan bahwa DNA manusia dan hewan purba terkonsentrasi di 'titik panas' kecil, terutama pada partikel mikroskopis tulang atau kotoran. Studi tersebut dijelaskan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences baru-baru ini.
Pengambilan sampel mikro dari partikel semacam itu dapat memulihkan sejumlah besar DNA dari manusia purba, seperti Neanderthal, dan spesies lain. Kemudian menghubungkannya dengan catatan arkeologi dan ekologi pada skala mikroskopis.
Baca Juga: Ilmuwan Kembangkan Teknologi Penyimpanan Data Menggunakan DNA
Untuk menyelidiki asal DNA dalam sedimen, peneliti Max Planck Institute bekerja sama dengan kelompok geoarkeolog internasional, arkeolog yang menerapkan teknik geologi untuk merekonstruksi pembentukan sedimen dan situs. Tujuannya untuk mempelajari pengawetan DNA dalam sedimen pada skala mikroskopis.
"Pengambilan DNA manusia dan fauna purba dari sedimen menawarkan peluang baru yang menarik untuk menyelidiki distribusi geografis dan temporal manusia purba dan organisme lain di lokasi di mana sisa-sisa kerangka mereka jarang atau tidak ada," kata Matthias Meyer, penulis senior studi dan peneliti di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology dalam rilisnya.
Para peneliti menggunakan blok sedimen yang tidak terganggu yang sebelumnya telah dipindahkan dari situs arkeologi dan direndam dalam resin sintetis seperti plastik (poliester). Blok yang mengeras dibawa ke laboratorium dan diiris menjadi beberapa bagian untuk pencitraan mikroskopis dan analisis genetik.
Para peneliti berhasil mengekstraksi DNA dari kumpulan blok sedimen yang disiapkan selama 40 tahun yang lalu, dari situs-situs di Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika Utara. "Fakta bahwa blok-blok ini adalah sumber DNA purba yang sangat baik, termasuk yang berasal dari hominin, meskipun sering disimpan dalam plastik selama beberapa dekade, memberikan akses ke gudang informasi genetik yang belum dimanfaatkan," jelas peneliti.
Studi DNA yang akan meninjau kembali sampel yang disimpan di laboratorium, memungkinkan analisis situs yang telah lama dipelajari kembali. "Hal yang sangat penting mengingat pembatasan perjalanan dan tidak dapat diaksesnya situs di dunia pandemi," kata Mike Morley dari Flinders University di Australia yang memimpin beberapa analisis geoarkeologi.
Para ilmuwan juga menggunakan blok sedimen dari Gua Denisova, sebuah situs yang terletak di Pegunungan Altai di Siberia Tengah Selatan. Sedimen tersebut mengandung DNA purba dari Neanderthal, Denisova, dan manusia modern dan menunjukkan bahwa partikel organik kecil menghasilkan lebih banyak DNA daripada sampel sedimen yang diambil secara acak.
"Ini jelas menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan yang tinggi dari pengambilan DNA mamalia purba dari sedimen Gua Denisova berasal dari kelimpahan sisa mikro dalam matriks sedimen daripada dari DNA ekstraseluler bebas dari kotoran, cairan tubuh atau jaringan seluler yang membusuk yang berpotensi teradsorpsi menjadi butiran mineral," kata Vera Aldeias, rekan penulis studi dan peneliti di University of Algarve di Portugal.
Menurut peneliti, studi tersebut merupakan langkah besar lebih dekat untuk memahami secara tepat di mana dan dalam kondisi apa DNA purba diawetkan dalam sedimen. Pendekatan yang dijelaskan dalam penelitian ini memungkinkan pengambilan sampel sedimen skala mikro yang sangat terlokalisasi untuk analisis DNA dan menunjukkan bahwa ancient DNA (aDNA) tidak terdistribusi secara merata dalam sedimen. Dan bahwa fitur sedimen tertentu lebih kondusif untuk pelestarian DNA purba daripada yang lain.
"Menghubungkan aDNA sedimen ke konteks mikro arkeologi berarti kita juga dapat mengatasi kemungkinan pergerakan fisik aDNA di antara endapan sedimen," kata Susan Mentzer seorang peneliti di Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment (Jerman).
Sementara itu, Diyendo Massilani, penulis utama studi tersebut, mampu memulihkan sejumlah besar DNA Neanderthal dari hanya beberapa miligram sedimen. Dia bisa mengidentifikasi jenis kelamin individu yang meninggalkan DNA mereka. "DNA Neanderthal dalam sampel kecil sedimen yang tertanam plastik ini jauh lebih terkonsentrasi daripada yang biasanya kita temukan dalam material lepas," katanya
"Dengan pendekatan ini akan menjadi mungkin di masa depan untuk menganalisis DNA dari banyak individu manusia purba yang berbeda dari hanya sebuah kubus kecil dari sedimen yang dipadatkan. Sangat lucu untuk berpikir bahwa ini mungkin karena mereka menggunakan gua sebagai toilet puluhan orang. ribuan tahun yang lalu."
Baca Juga: Ilmuwan Temukan DNA Hominid dan Hewan Purba di Sedimen Gua Denisova
Source | : | PNAS,Max Planck Institute |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR