Ketika sedang menelusuri beranda akun media sosial seperti Instagram dan Facebook, banyak dari kita mungkin pernah merasa bersalah ketika tertinggal suatu hal yang bersifat “kekinian”.
Foto unggahan teman di media sosial, seperti cincin pertunangan, kehamilan, dan makanan-makanan yang menggiurkan dapat memicu FOMO (Fear Of Missing Out)—ketakutan yang dirasakan seseorang ketika melihat orang lain (di media sosial) lebih bahagia daripada dirinya, dan takut akan ketertinggalan informasi terbaru di luar sana—dan membuat kita mengevaluasi kembali hidup kita.
Sebenarnya, depresi semacam FOMO tersebut dapat diatasi dengan beberapa cara, seperti membatasi waktu yang kita habiskan untuk menjelajah, mengunggah sesuatu, dan melibatkan diri di media sosial setiap hari.
Dalam infografis “How To Prevent Social Media Depression”, penulis Nicola Brown menjelaskan bahwa semakin banyak waktu yang kita habiskan di dunia maya, semakin kita merasakan “kehilangan”.
(Artikel terkait: Instagram Jadi Media Sosial Paling Buruk bagi Kesehatan Mental)
Selain itu, secara tidak sadar, kita mulai membandingkan diri kita dengan “tetangga maya” kita yang membuat kita merasa lebih tertekan, daripada ketika membandingkan di dunia nyata. Namun, foto dan status yang kita lihat dari teman kita hanyalah hal-hal yang dianggap baik dan penting dalam kehidupan mereka. Selebihnya, kesulitan dan kesedihan nyaris tidak pernah ditampilkan.
Selain “memeriksa” kehidupan orang lain, kita biasa menggunakan media sosial sebagai pemberitahuan utama apa yang sedang kita lakukan. Sebuah studi tahun 2015 menemukan bahwa gambar dan cerita kekerasan tentang perang dan konflik di media sosial bahkan dapat menyebabkan sebagian dari kita mengembangkan gejala PTSD—gangguan kejiawaan yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memanipulasi otak kita dan membuat kita lebih rentan terhadap kegoyahan mental, harga diri yang rendah, makan berlebih, dan mencegah kita untuk berpikir mengenai diri kita sendiri.
Oleh karena itu, berikut 3 cara menghindari depresi media sosial.
Membatasi Waktu Penggunaan Media Sosial
Brown menyarankan agar kita mencatat waktu yang kita habiskan untuk media sosial setiap hari selama seminggu, dan mencoba membatasinya. Misalnya, jika Anda menghabiskan dua jam setiap hari di media sosial, cobalah untuk menguranginya hingga satu jam per hari.
(Baca juga: Traveler, Sebaiknya Tunda Pamer Foto Liburan Anda di Media Sosial)
Kita cenderung mudah “tenggelam” ketika sedang mengintai akun teman, memperbarui konten di media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain. Cobalah untuk membatasi penggunaan dengan memblokir komunikasi dan pemberitahuan dari media sosial agar tidak terganggu atau terbanjiri informasi.
Mengubah Penggunaan Media Sosial
Alasan mengubah penggunaan media sosial adalah untuk mencegah kita dalam membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dapat menimbulkan rasa iri. Jika kita membatasi penggunaan media sosial melalui percakapan nyata yang kita lakukan dengan teman, tentunya akan meningkatkan kualitas hubungan kita dengan orang lain di dunia nyata.
Selain itu, cara ini juga membantu kita untuk memiliki quality time dengan orang lain dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Mungkin, ketika suatu saat kita mengunjungi sebuah situs dunia maya atau media sosial, tanyakan dahulu kepada diri sendiri, apa tujuan kita menggunakan media sosial tersebut.
Mendapatkan Sumber Berita di Luar Umpan Sosial
Sangat mudah untuk mendapatkan berita terbaru dari umpan sosial kita. Namun, ini juga dapat menganggu aktivitas di dunia nyata. Ketika kita membaca berita dari umpan media sosial, kita cenderung tidak menyelidiki terlebih dahulu apakah berita tersebut berasal dari sumber yang kredibel.
Oleh karena itu, Brown merekomendasikan untuk membuka situs berita favorit, publikasi online, maupun menyaksikan berita di televisi. Kita bahkan dapat membeli salinan cetak publikasi berita favorit sesuai selera, untuk mengikuti perkembangan terkini.
(Artikel terkait: Punya Banyak Akun Media Sosial Bisa Memicu Depresi)
Orang yang sangat sering menggunakan media sosial memiliki 2,7 kali kemungkinan mengalami depresi, dibandingkan pengguna yang kurang sering melihat media sosial. Depresi merupakan permasalahan utama di Amerika Serikat dan mempengaruhi sekitar 6,7 persen penduduk usia 18 tahun ke atas. Pemantauan penggunaan media sosial dapat menjadi solusi alternatif dalam menjaga kesehatan mental.
Penulis | : | |
Editor | : | Ema Indah Ruhana |
KOMENTAR