“Indonesia mengakui tantangan sampah plastik tidak hanya di laut melainkan juga di daratan,” tutur dia.
Dengan ancaman yang terus meningkat, Safri menyebut, berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk bisa mengurangi dan menurunkan produksi sampah plastik di laut. Upaya yang dilakukan, melalui penanganan yang terintegrasi, baik dari tataran kebijakan hingga pengawasan implementasi kebijakan penanganan sampah plastik, khususnya sampah plastik laut.
Tentang RAN Sampah Plastik Laut, Safri menjelaskan, itu terdiri dari empat pilar utama, yaitu perubahan perilaku, mengurangi sampah plastik yang berasal dari daratan, mengurangi sampah plastik di daerah pesisir dan laut, serta penegakan hukum, mekanisme pendanaan, penelitian-pengembangan (inovasi teknologi) dan penguatan institusi.
Di sisi lain, Safri menyebut, sejalan dengan penyusunan rencana aksi, Kolaborasi Bilateral, Regional juga kerja sama Pemerintah dan swasta terus digalang untuk mengendalikan sampah plastik laut. Upaya pengendalian mutlak dilakukan melalui pemantauan dan pengumpulan sampah plastik dari laut dengan menggunakan teknologi yang relevan untuk menjamin hasilnya.
Baca juga: Lautan Arktik yang Murni Kini Tercemar Sampah Plastik
“Peningkatan kesadaran lingkungan melalui pendidikan sekaligus memperbaiki fasilitas pengelolaan sampah di pulau-pulau kecil dan daerah pesisir juga akan menjadi bagian besar dari upaya pengelolaan ini,” ujar dia.
Dalam Konferensi East Asia Summit (EAS) 2017 yang digelar di Bali, Indonesia mengampanyekan perang terhadap sampah plastik di lautan. Dalam konferensi tersebut, Indonesia menyampaikan beberapa langkah yang telah dilakukan Indonesia untuk memerangi sampah plastik di laut.
“Diantaranya adalah penerbitan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia dan National Plan of Action on Marine Plastic Debris 2017-2025 (Mei 2017), Kampanye Combating Marine Plastic Debris serta Reduction Plastic Bag Production and Use,” papar Safri.
EAS merupakan forum regional yang menjadi wadah dialog dan kerja sama strategis para pemimpin dari 18 negara dalam menghadapi berbagai tantangan utama yang ada di kawasan. Ke-18 negara peserta EAS adalah 10 negara anggota ASEAN, Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia, dan Selandia Baru.
Sementara, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan belum lama ini mengatakan, sampah plastik yang ada di laut Indonesia saat ini secara keseluruhan telah menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Bahkan, dia tak ragu menyebut kerugiannya sudah mencapai USD1,2 miliar atau setara Rp16 triliun.
“Itu untuk kerugian yang ada di bidang perikanan, perkapalan, pariwisata dan bisnis asuransi,” ujar dia.
Menurut Luhut, dengan kerugian sebesar itu yang berasal dari berbagai bidang, sampah plastik jika tetap dibiarkan bisa menimbulkan dampak lebih buruk di masyarakat. Dampak yang dimaksud, adalah pengangguran dan itu bisa memicu kenaikan angka kemiskinan di masyarakat.
Semakin tingginya produksi sampah di laut, Luhut menghimbau kepada negara-negara di ASEAN untuk bisa sama-sama terlibat dalam mengatasi persoalan sampah di laut. Dengan bekerja secara bersama di masing-masing negara, dia yakin persoalan sampah ke depan secara perlahan bisa diatasi.
Artikel ini sudah pernah tayang di mongabay.co.id dengan judul Indonesia Siapkan Dana Rp13,4 Triliun untuk Bersihkan Sampah Plastik di Laut.
Penulis | : | |
Editor | : | Ema Indah Ruhana |
KOMENTAR