Sekelompok peneliti berkumpul dengan bersemangat pagi itu. Mereka mendengarkan penjelasan tentang kegiatan lapangan yang akan mereka jalani. Kegiatan lapangan kali ini merupakan yang keempat kalinya. Sebelumnya dilakukan di Ciampea, Padalarang, Karang Taraje-Sukabumi dan Bumiayu, dan untuk dalam kegiatan lapangan cepu, tim eksplorasi terbagi atas 4 tim.
Setiap tim terdiri atas ahli geologi dan geofisika baik senior ataupun yunior. Setelah sarapan, seluruh tim bersiap utk menuju lokasi eksplorasi pertama, batuan andesit yang terletak di Dusun Picis, Desa Dowan.
Batu andesit merupakan batuan yang terbentuk dari adanya kegiatan vulkanik. Waktu tempuh menuju lokasi kurang lebih 2 jam melintasi jalan raya blora-cepu. Kondisi jalanan sangat mulus, yang ternyata baru 3 bulan yang lalu diperbaiki. Perkebunan jati dan tembakau menjadi suguhan mata selama perjalanan.
Tiba di Dusun Picis tepat pukul 10.00. Matahari bersinar terik. Memasuki jalan Dusun Picis yang menanjak, kira-kira 100 meter berjalan kami menemui bebatuan besar yang terletak di antara rumah penduduk. Terdapat dua buah batu besar yang berdekatan dengan celah besar diantaranya, juga ada sebongkah batu besar yang menonjol di tengah tengah jalan aspal.
Bagi saya yang awam dengan ilmu bebatuan, kedua batu besar bercelah kurang lebih 70 cm itu terlihat seperti satu batu yang sangat besar yang sudah ditambang. Ternyata celah itu bukan karena ditambang melainkan merupakan Kekar (celah pada bebatuan) terbuka yang terjadi secara alamiah akibat adanya aktivitas tektonik di Zona Rembang.
Tim diminta untuk mengidentifikasi jenis batuan dan bagaimana proses batuan itu terbentuk. Kemudian mengukur arah kekar, melihat adakah senolit atau batuan yang mengikuti saat terjadinya intrusi/ekstrusi, adakah bukaan vesikuler (struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan) pada permukaan batu.
Setelah diberikan arahan oleh Adi Gunawan, Senior Analyst Exploration Asset Management PHE, keempat tim eksplorasi mulai beraksi. Dengan berbekal beberapa peralatan sederhana seperti kompas, palu geologi, loop dan aplikasi hp clino, dua tim mengeksplorasi bebatuan dengan pendekatan geologi.
Sementara dua tim lainnya mengeksplorasi dengan pendekatan geofisika yang menggunakan peralatan bantu. Tidak seperti tiga kegiatan lapangan sebelumnya yang explorasi dilakukan hanya dengan pendekatan geologi saja, hanya mengamati secara langsung bebatuannya, maka kali ini ada yang berbeda. Peralatan geofisika berupa gravitymeter LaCoste & Romberg dan magnetometer turut digunakan dalam fieldwork.
Fitriyanda, Senior Geophysicist Exploration dari Pertamina Hulu Energi, yang pada fieldwork kali ini bertugas sebagai supervisor penggunaan alat geofisika menuturkan bahwa penggunaan peralatan ini bertujuan agar para ahli geologi bisa lebih mengenal alat geofisika, memahami cara kerjanya dan dapat menginterpretasikan data yang dihasilkan. "Jadi selama ini fieldwork itu ya belajar geologi saja. Ya, jadi pada fieldwork ini kita sisipinlah (alat geofisika, red). Bagaimanapunkan juga kan mereka bekerja menggunakan data itu, tapi selama ini hanya terima jadi saja dari kita, jadi supaya mereka sedikit mengenal, tahu cara kerjanya dan bisa mengintetpretasikan datanya. Jadi enggak terima jadi saja".
Penggunaan alat geofisika ini dibantu oleh rekan-rekan dari UGM dalam penggunaannya. Tim Matahari semakin panas, hampir pukul 11.00. Kami pindah menuju lokasi kedua, Paciran.
Jika ditarik garis lurus dari lokasi batuan di Dowan, lokasi ini hanya berjarak 1 kilometer. Kondisi batuan di Paciran lebih tua dibandingkan batuan di Dowan dan terlihat berongga rongga dan memiliki lubang lubang besar, sementara batuan di Dowan terlihat lebih padat.
Batuan dengan lubang-lubang besar ini jika dijadikan sebuah reservoir, maka merupakan sebuah reservoir yang baik. Di sini tim diminta untuk membuktikan apakah batuan tersebut batuan karbonat atau bukan. Jika dicermati lebih dekat, pada permukaan batu terlihat jejak jejak koral dan alga.
Pembuktian juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan HCl. Pada batuan karbonat terdapat CaCO3 yang akan bereaksi dengan HCl dan menimbulkan buih.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR