Orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus) diperkirakan mengalami
penurunan populasi hingga 25% dalam kurun 10 tahun terakhir, seperti yang dilansir dalam
laporan riset "First integrative trend analysis for a great ape species in Borneo" pada Juli 2017.
Riset yang dilakukan oleh Dr. Truly Santika bersama 46 ilmuwan dari beberapa universitas,
lembaga riset, dan lembaga swadaya masyarakat termasuk The Nature Conservancy (TNC) Indonesia menyimpulkan adanya kecenderungan orang utan untuk hidup di kawasan hutan yang subur dan sesuai untuk pertanian, penghidupan masyarakat, dan industri perkebunan.
(Baca juga: Ditemukan Spesies Baru Orangutan Tapanuli, Berambut Keriting dan Berkumis)
Penyusutan hutan, konflik dengan manusia, perburuan liar, dan perubahan iklim (pemicu
kebakaran hutan) pun ditengarai menjadi penyebab utama menurunnya populasi orang utan di Kalimantan.
Penelitian ini menggunakan analisis pemodelan berdasarkan data-data sebaran orang utan yang terdiri atas dua tipe data, yaitu data berdasarkan survei perhitungan sarang dan data keberadaan orang utan yang diperoleh melalui wawancara masyarakat di 540 desa di berbagai wilayah di Kalimantan.
"Dalam kajian-kajian sebelumnya, kedua tipe data ini biasanya dianalisa secara
terpisah untuk memberi gambaran sebaran populasi orang utan. Namun, kedua data ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan memadukan kedua data tersebut, keberadaan dan perubahan jumlah populasi orang utan di seluruh Kalimantan bisa diperkirakan secara lebih akurat," ungkap Truly.
(Baca juga: Foto-foto Orangutan, Makhluk Menawan yang Terancam Punah)
Metode penelitian ini membagi ancaman terhadap orang utan ke dalam empat bagian yaitu
hilangnya habitat, konflik manusia dan orang utan, kegiatan perburuan dan fragmentasi habitat.
Jumlah orang utan diperkirakan mengalami penurunan terutama akibat hilangnya dan terkotak-kotaknya habitat orang utan karena konversi hutan menjadi kawasan perkebunan, hutan tanaman, pertambangan dan pembangunan infrastruktur lainnya.
Menyempitnya wilayah berhutan yang merupakan habitat orang utan ini didorong oleh kegiatan konversi hutan menjadi kawasan hutan tanaman dan perkebunan, kehilangan hutan pada kawasan logging tidak sebesar pada dua jenis kawasan ini.
Tentu saja kecenderungan penurunan populasi orang utan ini perlu dikendalikan. Direktur
Program Kehutanan TNC Indonesia Dr. Herlina Hartanto mengemukakan beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan untuk mengurangi laju penurunan populasi orang utan di Kalimantan.
(Baca juga: Status Konservasi Orangutan Borneo Naik dari "Endangered" Menjadi "Critically Endangered")
"Tata ruang provinsi perlu memasukkan kawasan lindung habitat orang utan secara khusus dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan dan industri yang bergerak di sektor kehutanan dan perkebunan secara aktif," ungkap Herlina.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR