Sekitar 66 juta tahun silam, asteroid besar seukuran sebuah kota menghantam Bumi, di dekat wilayah yang kini dikenal sebagai Kota Chicxulub, Semenanjung Yucatan, Meksiko. Hantaman asteroid tersebut menyebabkan punahnya fauna penguasa daratan saat itu: dinosaurus.
Namun, studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters menunjukkan bahwa hantaman asteroid itu bukan hanya memusnahkan dinosaurus, melainkan juga menyebabkan bencana maha dahsyat yang melebihi bayangan kita selama ini.
Sebelumnya, para peneliti mengira bahwa asteroid itu menghantam Bumi nyaris tegak lurus, dengan sudut 90 derajat. Tetapi ekspedisi terbaru di kawah Chicxulub menunjukkan bahwa asteroid itu menghantam planet kita dengan sudut yang lebih lancip, yaitu 60 derajat.
(Baca juga: Letusan Gunung Berapi Bukan Penyebab Musnahnya Dinosaurus)
Para ilmuwan telah mengetahui bahwa peristiwa Chicxulub tersebut berdampak pada pelepasan sejumlah energi yang setara dengan 40.000 persenjataan nuklir AS dalam hitungan detik, memicu rangkaian kejadian yang mengerikan.
Hantaman itu memicu serangan badai global, meniupkan angin topan sejauh ribuan mil, menghancurkan garis pantai di seluruh dunia dengan tsunami besar, dan mengguncang seluruh planet, yang menyebabkan tanah longsor dan gempa bumi besar di seluruh dunia.
Beberapa spesies yang sudah punah mungkin selamat dari bencana ini. Namun, pembunuh yang sesungguhnya baru muncul setelah bencana itu terjadi: pendinginan global. Debu dan gas yang dilepaskan ke atmosfir bagian atas akibat hantaman tersebut memantulkan sebagian besar energi matahari kembali ke angkasa selama bertahun-tahun.
(Baca juga: Pterosaurus Seukuran Kucing Ditemukan di Kanada)
Akibatnya, planet mendingin secara drastis. Kondisi ini diduga sebagai pemicu peristiwa kepunahan massal era Cretaceous-Paleogene, yang memusnahkan sekitar 75 persen bentuk kehidupan di Bumi.
Dalam penelitian terbaru ini, para ilmuwan membuat simulasi komputer baru menggunakan variabel sudut yang telah direvisi. Hasilnya, peristiwa Chicxulub ternyata melepaskan gas sulfur pendingin iklim tiga kali lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Kami ingin meninjau kembali peristiwa penting ini dan menyempurnakan model komputer tentang hantaman tersebut untuk lebih merasakan dampak langsungnya di atmosfer," kata Joanna Morgan, ahli geofisika di Imperial College London seperti dilansir dari Business Insider.
Model yang dibuat oleh Mogan dan rekan-rekannya itu menunjukkan bahwa gas sulfur dari bebatuan dan air laut yang menguap dapat menurunkan suhu permukaan global rata-rata hampir 26,7 derajat Celsius hampir dalam waktu semalam. Suhu ini bertahan selama beberapa tahun, hingga sebagian besar sulfur berbentuk aerosol terlepas ke angkasa.
(Baca juga: Tak Hanya Dinosaurus, Tabrakan Asteroid Punahkan Hampir Semua Mamalia)
Akan tetapi, kehidupan di lautan mungkin menderita lebih lama. Butuh waktu ratusan tahun setelah dampak hantaman asteroid itu bagi lautan untuk kembali menghangat.
"Prakiraan yang lebih baik ini memiliki implikasi besar terhadap dampak peristiwa tersebut terhadap iklim global, yang ternyata lebih dramatis daripada yang ditemukan oleh penelitian sebelumnya," pungkas Georg Feulner, ilmuwan iklim di Potsdam Institute for Climate Impact Research.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR