Ketika kita dikepung stimulus yang dirancang untuk membuat kewalahan pemrosesan kognitif, kita cenderung tidak berpikir matang saat membuat keputusan. Ketika kita berjalan memasuki pusat perbelanjaan yang dihiasi hiasan, lagu, cahaya, dan suara Natal, kita akan mengalami sebuah bentuk penipisan ego.
Penipisan ego bukan berarti tiba-tiba Anda menjadi rendah hati dan bijak. Dalam psikologi, istilah ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana orang tidak selalu berpikir matang ketika ditempatkan dalam situasi stress.
Jadi semua bunyi, warna dan gerakan, bukan hanya upaya pusat perbelanjaan merayakan liburan. Semua itu juga merupakan teknik membuat Anda berpikir lebih tergesa-gesa, dan merespon sinyal emosional, seperti misalnya norma sosial, ketakutan akan tertinggal, dan ritual.
Penelitian psikologi mengatakan, manusia tidak terlalu mahir meramal masa depan. Atau mungkin kita cuma punya perasaan akurasi berlebihan dalam meramal masa depan—kita bergantung pada perasaan kita saat ini untuk meramalkan bagaimana perasaan kita terhadap sesuatu di waktu yang akan datang. Para psikolog menyebut hal ini ramalan perasaan.
Jadi, pada saat tertentu, hanya saat tertentu itu saja, kita membeli barang yang kita pikir akan kita butuhkan. Tetapi, kita mengabaikan semua barang lain yang telah kita beli, dan juga mengabaikan fakta bahwa barang-barang tersebut tidak menggembirakan.
Ambil contoh makan siang atau makan malam saat Natal. Hanya sedikit orang yang mampu merencanakan berapa banyak makanan yang benar-benar diperlukan. Dan kita tak terlalu mahir dalam mengetahui berapa banyak yang kita akan makan (atau perlu makan). Kita menumpuk piring hingga tinggi, karena kita tidak benar-benar tahu seberapa banyak yang kita butuhkan (tapi tahu seberapa yang kita inginkan).
(Baca juga: Tradisi Kerajaan Inggris Saat Menyambut Natal)
Sama halnya dengan kado. Sering kali kita tidak membuat rencana, sehingga lebih rentan terkena rayuan pemasar ketika dalam kondisi tertekan, buru-buru, dan sedang berusaha melakukan sepuluh hal secara bersamaan.
Kita boleh percaya bahwa kita adalah pribadi masing-masing, yang membuat keputusan tanpa dipengaruhi yang lain. Kita memilih apa yang kita inginkan dan kapan kita inginkan. Tetapi manusia adalah makhluk sosial, selaras, dan patuh. Kalau kita melihat “sesama kita” melakukan sesuatu, kita sering menganggap bahwa hal tersebut juga adalah sesuatu yang harus kita lakukan.
Jika lingkungan kita mengirim tanda bahwa inilah yang dilakukan orang di waktu Natal, maka kita merasa lebih mudah untuk patuh daripada melawan.
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR