Walaupun memiliki potensi besar dan dihuni banyak "warga laut", namun menurut Harfiandri, Pulau Laut seperti tidak tersentuh oleh pemerintah setempat. Tidak ada juga sosialisasi terkait perlindungan biota laut. Menurutnya, lokasi pulau yang jauh dan ombak yang besar menjadi salah satu faktor penyebab.
“Dari program yang pernah dibuat DKP Kabupaten Natuna, seperti kegiatan Coremap dan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), bisa dikatakan tidak pernah menyentuh Pulau Laut. Bahkan ada anggota dinas DKP yang wilayah kerjanya masuk ke kawasan Pulau Laut, tidak pernah datang ke lokasi. Ini tentu sangat disayangkan mengingat Pulau laut menyimpan potensi besar,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (BPSPL KKP) Padang, Muhammad Yusuf mengaku baru mengetahui ada dugong di Pulau Laut tersebut pada Kamis (1/2/2018), setelah terpotong-potong dan dijual.
Baca juga: Kisah Dari Rumah Sakit yang Setia Menyelamatkan Penyu Hijau
Yusuf menyesalkan aksi itu oleh masyarakat Pulau Laut, mengingat Dugong merupakan salah satu jenis mamalia laut yang dilindungi UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan PP No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
“Sangat disayangkan pembiaran yang dilakukan oleh semua otoritas setempat, harusnya petugas negara mengawal semua perlindungan jenis satwa dilindungi, siapapun itu mulai dari petugas DKP, Kepolisian dan Aparat desa setempat,” ucapnya saat dihubungi Mongabay pada Kamis (01/2/2018).
Yusuf mengakui bahwa selama ini BPSPL Padang (yang wilayah kerjanya meliputi Provinsi Kepulauan Riau) dan Pemkab Natuna belum pernah melakukan sosialisasi di Pulau Laut terkait perlindungan mamalia laut.
Kurangnya informasi akan adanya konflik di Pulau Laut disebut menjadi faktor penyebab. Hal ini kemudian membuat sosialisasi dilakukan di tempat yang rawan konflik, seperti Kepulauan Mentawai, Sumbar.
“Dalam waktu dekat kawan-kawan BPSPL Padang Satker Tanjung Pinang bersama BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), Gakkum KLHK (penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP) yang ada di Natuna akan kesana melakukan sosialisasi,” sebutnya.
Populasi Dugong
Dwi Suprapti Marine Species Conservastion Coordinator WWF-Indonesia mengatakan hingga kini, status populasi dugong di Indonesia belum diketahui secara pasti karena minimnya survei yang dilakukan serta luasnya perairan Indonesia. Hal ini menyebabkan upaya penerapan konservasi dugong menjadi lebih sulit.
Berdasarkan data yang dikumpulkan WWF Indonesia bersama Whale Stranding Indonesia (WSI) dan Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia diketahui bahwa keberadaan Dugong hampir tersebar dari Aceh hingga Papua.
Namun berdasarkan data yang tersedia, hal ini menunjukkan bahwa belum adanya laporan perjumpaan dugong di wilayah utara Kepulauan Riau khususnya pulau Laut. “Oleh karena itu, melalui informasi yang disampaikan kemarin (01/02/2018) akan menambah data dan informasi terkait sebaran dugong di Indonesia khususnya keberadaan dugong di Pulau Laut, Kabupaten Natuna,” pungkasnya.
Baca juga: Tiga Pahlawan Konservasi Asal Kamboja Dibunuh
Kejadian bycatch dugong di Pulau Laut bukanlah kejadian yang pertama di Indonesia. Berdasarkan data yang dikumpulkan WWF Indonesia bersama WSI dan DSCP Indonesia menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir setidaknya terdapat 53 kasus dugong yang terdampar, diburu, dan terjerat jaring (bycatch) baik dalam kondisi hidup maupun mati.
(sumber: Mongabay)
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR