Pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah meningkatkan risiko sembilan kali lebih besar terhadap gizi buruk dan kurang. Riset serupa yang dilakukan oleh Istiono (2009) di Kulonprogo Yogyakarta menyatakan tingkat pengetahuan ibu sangat mempengaruhi sikap dan perilaku dalam memilih makanan untuk dikonsumsi, yang kemudian akan berpengaruh pula terhadap keadaan gizi anak balita.
Anak balita yang jarang datang ke posyandu meningkatkan risiko terjadinya gizi buruk dan kurang. Balita yang tidak dibawa oleh ibunya untuk ditimbang badannya di posyandu satu kali setiap bulan meningkatkan risiko 9 kali lebih besar mengalami gizi buruk atau kurang dibandingkan balita yang rutin ditimbang berat badannya setiap bulan di posyandu.
Riset Kusriadi (2010) di Nusa Tenggara Barat juga menemukan bahwa pemantauan pertumbuhan anak balita melalui penimbangan dan pemanfaatan posyandu yang baik berisiko lebih kecil mengalami gizi kurang dibandingkan yang jarang melakukan penimbangan dan pemanfaatan posyandu.
Faktor yang juga meningkatkan risiko kejadian gizi buruk dan kurang adalah sumber air minum. Sumber air minum yang diambil dari sungai atau kali yang tidak tertutup, sehingga mudah untuk terpapar kotoran dan bakteri, meningkatkan risiko terhadap gizi buruk dan gizi kurang 7 kali lebih besar mengalami gizi kurang dibandingkan dengan mengkonsumsi air dari sumber yang terlindung.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2003) di Bandar Lampung yang menunjukan penggunaan air minum yang bersih berpengaruh secara langsung terhadap kesehatan balita. Terjadi penurunan kejadian balita yang terkena diare sebesar 6% dan berpengaruh tidak langsung terhadap status gizi anak.
Lalu bagaimana mengakhiri gizi buruk?
Menyelesaikan masalah gizi buruk perlu melibatkan banyak pihak. Orang tua, keluarga, masyarakat, petugas medis, NGO, dan pemerintah perlu bekerja sama memerangi gizi buruk. Gizi buruk dan gizi kurang ini disebabkan oleh multifaktor, sehingga penyelesaiannya pun melibatkan banyak pihak di wilayah yang rentan gizi kurang.
Baca juga: Saat Ibu Depresi, Bayi pun Ikut Merasakannya
Upaya untuk menurunkan kejadian gizi buruk dan gizi kurang bisa dilaksanakan sesuai dengan faktor risiko di atas, yaitu meningkatkan pendapatan keluarga, mengurangi frekuensi sakit anak, menambah pengetahuan ibu tentang gizi, meningkatkan frekuensi kehadiran anak balita di posyandu dan pengadaan air minum bersih.
Angka penderita gizi buruk yang tertera dalam Riset Kesehatan Dasar dan riset lainnya bukan hanya deretan angka statistik, tapi anak-anak belia dan lemah yang membutuhkan kehadiran negara untuk mengakhiri penderitaan mereka.
Kadek Dwi Ariesthi, Lecture in public health, STIKES Citra Husada Mandiri Kupang
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR