Nationalgeographic.co.id - Sekitar 66 juta tahun lalu, asteroid selebar 10 kilometer menghantam Bumi. Peristiwa ini umum diketahui karena telah mengakibatkan kepunahan segala dinosaurus non-burung, dan banyak spesies lainnya di darat dan laut.
Saking lamanya peristiwa itu dari hari ini, para ilmuwan tidak tahu detail pastinya tahun kapan peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, penelitian terbaru di jurnal Nature mendapat petunjuk bahwa tumbukan itu terjadi ketika bumi belahan utara berada di musim semi dan musim gugur di belahan selatan (pertengahan Maret hingga Juni).
Makalah itu berjudul "The Mesozoic terminated in boreal spring", terbit Rabu (23/02/2022) kemarin.
Temuan ini diungkap berdasarkan analisis para peneliti pada bagian tipis, pemindaian sinar-X sinkrotron beresolusi tinggi, dan catatan isotop karbon dari tulang ikan yang mati kurang dari 60 menit setelah asteroid jatuh. Fosil ini didapati dari situs Tanis di barat daya North Dakota, AS, dan kondisinya terawetkan dengan baik untuk diteliti, tulis para peneliti.
Baca Juga: Saat Kepunahan Massal, Nenek Moyang Primata Telah Meninggalkan Pohon
Baca Juga: Apa yang Terjadi Saat Asteroid Pemusnah Dinosaurus Menabrak Bumi?
Mengutip Science News, situs ini ditemukan pada 2008 dan diyakini merupakan tempat di mana dampak tumbukan berupa banjir dan kerusakan lain yang dapat ditemukan di sana. Asteroid besar itu membuat kawah Chicxulub yang kini menjadi Semenanjung Yucatán Meksiko, tetapi dampaknya bisa sedemikian jauhnya.
Para peneliti mencatat, tumbukan besar itu menyebabkan lempeng benua dan gelombang besar. Hal inilah yang membuat volume sedimen yang sangat besar dapat menelan dan mengubur ikan hidup-hidup, yang terjadi satu jam setelah tumbukan.
Tulang ikan yang dipilih dipelajari untuk rekonstruksi musiman di Zaman Kapur akhir. "Tulang-tulang ini mencatat pertumbuhan musiman seperti halnya pohon," kata Sophie Sanchez, rekan peneliti di Department of Organismal Biology, Evolutionary Biology Centre, Uppsala University, Swedia, dikutip dari Eurekalert.
Tulang yang dipilih tim adalah rahang pada tiga ikan dayung dan duri tulang tulang dari sirip dada tiga ikan sturgeon. Lapisan terluar dari keenam tulang yang dianalisis menunjukkan pertumbuhan cepat yang belum mencapai puncaknya terlihat selama siklus pertmbuhan dari tahun-tahun sebelumnya.
Melanie Selama, ahli paleontologi vertabrata di Uppsala University yang juga anggota tim penelitian mengatakan, artinya musim pertumbuhan yang terakhir tercatat pada tulang belum sampai pada puncaknya di musim panas (untuk bumi belahan utara) ketika ikan-ikan ini mati.
"Dengan indikasi, ikan ini baik-baik saja," terangnya. Sebab, berdasarkan pengamatan, keteraturan garis pertumbuhan yang terhenti pada tulang ikan sangat menunjukkan ikan itu tidak menderita kekeringan atau kelaparan saat mati.
Dari sinilah tim menyimpulkan bahwa peristiwa besar yang melenyapkan dinosaurus darat dan laut terjadi di musim semi. Selain itu, analisis lainnya yang dilakukan para peneliti mengindikasikan pertumbuhannya yang mandek pada waktu musim semi.
Baca Juga: Ilmuwan Mengungkap Asal Asteroid Chicxulub Pembunuh Dinosaurus
Baca Juga: Asteroid Pemusnah Dinosaurus Picu Tsunami Besar di Seluruh Laut Dunia
Salah satu ikan dayung diamati berdasarkan analisis isotop karbon untuk mengungkapkan pola makan tahunannya. Persediaan plankton yang jadi mangsanya tersebar secara musiman dan akan memuncak pada musim semi dan musim panas. Peningkatan sementara plankton dapat memperkaya kerangka ikan yang memangsanya tentang waktu, terang Selama.
"Sinyal isotop karbon di seluruh catatan pertumbuhan ikan dayung yang malang ini menegaskan bahwa musim untuk makan belum klimaks—kematian menjemputnya di musim semi," lanjutnya.
"Saya benar-benar berpikir ini adalah kisah yang solid untuk didukung oleh bukti kuat," Stephen Brusatte, paleontolog vertebrata di University of Edinburgh, Skotlandia, yang terlibat dalam penelitian ini. Dikutip dari Science News, ia melanjutkan bahwa tumbukan asteroid "akan mengubah musim yang biasanya tentang pertumbuhan dan perkembangan dan kelahiran kembali menjadi masa api dan kedahsyatan yang luar biasa."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR