Nationalgeographic.co.id—Augustus bisa jadi merupakan orang yang paling berkuasa di Romawi Kuno. Kaisar Romawi pertama ini memerintah atas wilayah besar yang mencakup tiga benua. Ia juga memiliki kendali penuh atas pemerintah dan legiun kekaisaran.
Tidak memiliki saingan, Augustus membawa perdamaian dan stabilitas internal Romawi setelah era kekacauan dan perang saudara. Perdagangan, seni, dan budaya berkembang dengan Roma memasuki zaman keemasannya.
Ia membangun fondasi yang kuat dan bertahan lama untuk kekaisaran Romawi Kuno. Namun kaisar yang hampir sempurna ini memiliki satu kekurangan besar. Masalah yang begitu serius ini dapat menghancurkan segala usahanya terhadap Romawi. Terlepas dari upaya terbaiknya, Augustus kesulitan menemukan ahli waris untuk menjadi penerusnya.
Pencarian diawali dengan Marcellus dan Agrippa
Pada 23 SM, Roma dikejutkan dengan berita tentang Kaisar Augustus yang sakit parah. Kematian kaisar dapat mengakibatkan kekosongan kekuasaan, membawa kembali kekacauan dan kehancuran. Beruntung bagi Roma, Augustus cepat pulih. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan: siapakah yang akan menggantikan sang Kaisar melanjutkan segala usahanya?
Seperti ayah angkatnya, Julius Caesar, Augustus tidak memiliki keturunan dan saudara laki-laki. Augustus harus bergantung pada tiga wanita di keluarganya: saudara perempuannya Octavia, putrinya Julia, dan istri ketiganya, Livia.
Calon pertama jatuh kepada keponakannya yang masih remaja, Marcus Claudius Marcellus. Untuk memperkuat garis keturunan, ia memaksa Julia yang berusia 14 tahun untuk menikahi Marcellus. Kemudian, ia memberikan beberapa jabatan tinggi di pemerintahan. Marcellus menjadi konsul—jabatan tertinggi Romawi (selain kaisar)—satu dekade lebih awal dari biasanya. Hubungan darah saja ternyata tidak cukup. Untuk memerintah kekaisaran, Marcellus membutuhkan semua pengalaman yang bisa dia dapatkan, serta rasa hormat dari rakyatnya.
Beruntung bagi kaisar, satu-satunya persaingan serius bagi Marcellus adalah teman masa kecil Augustus dan sekutu terdekatnya: Marcus Vipsanius Agrippa. Meski tidak memiliki hubungan darah dengan kaisar, Agrippa memiliki banyak kemampuan yang penting untuk kepemimpinan. Keterampilan bela diri dan keterampilannya sebagai komandan membuatnya populer di kalangan tentara — salah satu pilar utama masyarakat Romawi. Agrippa juga memiliki keterampilan teknik, bertanggung jawab atas proyek pembangunan besar di kekaisaran. Ia memiliki hubungan yang baik dengan Senat Romawi, yang harus menyetujui calon Augustus.
Meskipun memilih Marcellus, ketika dia jatuh sakit, Augustus memberikan cincin meterainya — simbol kekuatan kekaisaran — kepada teman tepercayanya. “Tindakan ini membuat Marcellus marah,” ungkap Vedran Bileta dilansir dari laman The Collector.
Takut akan kekacauan yang mungkin terjadi setelah kematiannya, Agrippa diaanggap tepat untuk memimpin kekaisaran dan mempersiapkan Marcellus untuk takhta.
Sayangnya, Marcellus meninggal di usia 19 tahun. Augustus kembali menghadapi masalah pelik pencarian pewaris baru.
Tidak hanya satu pewaris, namun beberapa
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR