Nationalgeographic.co.id—Otak kita menyimpan ingatan atau kenangan yang diterima dari visual, suara yang kompleks termasuk bahasa, dan rasa. Sebuah studi di jurnal Nature Geoscience mengungkapkan ingatan kita terbentuk oleh dua jenis sel otak, yang sebelumnya belum pernah diungkap.
Penelitian berjudul Neurons detect cognitive boundaries to structure episodic memories in humans ini dipublikasikan Senin (07/03/2022) yang timnya dipimpin oleh Ueli Rutishauser dari Cedars-Sinai Medical Center, AS.
Kedua jenis sel ini, menurut para peneliti, membagi pengalaman manusia jangka panjang yang menjadi segmen-segmen berbeda yang dapat diingat kemudian. Ingatan seperti ini menurut ahli saraf Lisa Genova yang tidak terlibat dalam penelitian sebagai memori episodik, sebagaimana yang dilaporkan National Geographic Indonesia sebelumnya.
Dalam penemuan mereka, salah satu jenis sel ini berfungsi untuk kita mengingat rangkaian peristiwa dan yang lainnya untuk mengingat isi peristiwa.
Penelitian ini melibatkan 19 pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap obat. Analisis terhadap mereka bagi para peneliti membantu untuk mencari tahu kinerja neuron otak untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang berbeda dari masa lalu.
Rutishauser dan tim memasukan elektroda pada para pasien lewat pembedahan otak. Tujuannya supaya para peneliti menemukan fokus bagaimana epilepsi menyerang para pasien, sehingga memungkinkan untuk merekam aktivitas neuronnya dalam menampilkan cuplikan kenangannya.
Baca Juga: Cacat Komunikasi antara Area Otak Terkait dengan Gangguan Psikotik
Baca Juga: Tak Hanya Menjadi Mood Booster, Cokelat Juga Meningkatkan Daya Ingat
Di sini, para peneliti memberi petunjuk visual yang harus diingat para pasien sebagai batas 'keras' dan 'lunak' para pasien. "Contoh batas lunak adalah adegan dua orang berjalan di lorong dan berbicara, dan di adegan berikutnya, orang ketiga bergabung dengan mereka, tetapi itu masih merupakan dari keseluruhan cerita yang sama," ujar Rutishauser di Eurekalert.
Sedangkan kasus batas yang 'keras', para peneliti menunjukkan adegan yang melibatkan sekelompok orang yang sama sekali berbeda mengendarai mobil.
"Perbedaan antara batas keras dan lunak terletak pada ukuran penyimpangan dari narasi yang berlangsung," lanjutnya. "Apakah ini cerita yang sama sekali berbeda, atau seperti adegan baru dari cerita yang sama?"
Dengan peserta studi menonton adegan-adegan itu, aktivitas beberapa neuron di otak dicatat oleh para peneliti. Aktivitas neuron yang pertama kali dicatat ini dilabeli sebagai 'sel batas', yang aktivitasnya meningkat setelah batas keras dan lunak ditampilkan. Neuron lainnya dilabeli 'sel peristiwa' yang hanya aktif pada ingatan dari batas keras.
Singkatnya, untuk dapat dipahami, sel peristiwa berperan untuk membantu menetapkan urutan temporal pada ingatan kita terhadap suatu peristiwa. Sedangkan sel batas, lebih terlibat dalam mengenali apa yang terjadi dalam isi ingatan itu.
"Respon batas ibarat membuat folder baru di komputer," jelas Rutishauser. "Anda selanjutnya bisa dapat menyimpan fail di sana. Dan ketika batas lain muncul, Anda menutup folder pertama dan membuat yang lain."
Baca Juga: Ketika Ilmuwan Berhasil Lakukan Transplantasi Memori Pada Siput
Baca Juga: Mengenal Lebih Jauh Tentang Psikopat Beserta Karakteristiknya
Para peneliti pertama-tama menampilkan rangkaian gambar dari potongan film dan menanyakan pada para peserta "pernahkah melihatnya sebelumnya?". Para peneliti menulis, para peserta lebih mungkin mengingat gambar yang mengikuti batas keras atau lunak ketika 'folder memori' baru akan dibentuk.
Selain itu para peserta ditayangkan lagi gambar dari klip film yang acak, dan ditanyakan mana gambar yang muncul lebih dulu. Mereka mengalami kesulitan untuk meningat urutan yang benar ketika ditampilkan dari sisi berlawanan dari batasan keras. Para peneliti berpendapat, mungkin otak mereka telah membagi gambar-gambar itu ke dalam 'folder memori' yang terpisah.
Dalam pengamatan di otak pasien, Rutishauser dan tim mencatat bahwa selama peristiwa ditampilkan pada waktu dengan salah satu ritme internal otak, ritme theta dengan pola aktivitas berulang yang terkait dengan pembelajaran (ritme theta), memori, dan navigasi, mereka mampu mengingat urutan gambar yang telah dilihat.
Temuan ini menjadi wawasan baru yang penting karena menunjukkan bahwa stimulasi otak dalam yang menysuaikan ritme thata dapat membuktikan terapi untuk gangguan ingatan. Dari cara inilah, para peneliti memperkirakan ada dua jenis sel, yakni sel batas, dan sel peristiwa.
"Ritme theta dianggap sebagai 'perekat temporal' untuk memori episodik," jelas Jie Zheng, salah satu penulis penelitian dari Children’s Hospital di Harvard Medical School.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR