Nationalgeographic.co.id—Budaya Tiongkok memiliki banyak perayaan penting selain perayaan musim semi. Festival Qingming adalah salah satunya. Di Tiongkok, hari menyapu makam menjadi hari libur nasional yang penting.
Bukan cuma di Tiongkok saja, festival ini dirayakan oleh seluruh keturunan Tionghoa, termasuk di Indonesia.
Saat perayaan Qingming atau Cheng Beng, keluarga dan kerabat dari orang yang sudah meninggal mengunjungi makam. Mereka membersihkan makam, berdoa, dan memberikan persembahan berupa makanan, minuman, dupa, dan harta tertentu.
“Festival ini dirayakan 15 hari setelah Ekuinoks Musim Semi, biasanya antara 3 April dan 5 April,” ungkap Anne Meridith dilansir dari laman Study CLI.
Bagaimana awal mula Festival Qingming dan apa saja yang dilakukan dalam perayaan ini?
Awal mula Festival Qingming
Festival Qingming berasal dari festival Tiongkok kuno yang disebut Hánshíjié. Umumnya disebut sebagai Festival Hanshi atau Festival Makanan Dingin.
Festival Hanshi sendiri pada awalnya dirayakan untuk memperingati Jie Zitui, seorang bangsawan Tiongkok.
Merupakan pengikut setia Adipati Wen dari Jin, ia memotong daging dari pahanya sendiri dan memasaknya. Masakan itu kemudian dipersembahkan bagi sang Adipati agar tidak kelaparan di masa sulit.
Adipati Wen akhirnya berkuasa dan memanggil pengikut setianya itu. Namun Jie Zitui menolak posisi di pemerintahan yang dianggapnya korup itu.
Untuk memaksa Jie Zitui, Adipati Wen memutuskan untuk membakar hutan. Sayangnya, Jie Zitui dan ibunya tewas dalam kebakaran tersebut.
“Menyesal atas perbuatannya, Adipati Wen melarang penggunaan api selama beberapa hari untuk memperingati kematian Jie Zitui,” tambah Meridith.
Selama bertahun-tahun, perayaan ini dilakukan. Masyarakat tidak menggunakan api dan mengonsumsi makanan dingin. Tradisi ini menyebar ke daerah sekitarnya.
“Awalnya, Festival Hanshi dirayakan di musim dingin dan bisa bertahan hingga satu bulan,” tutur Meridith.
Festival ini dilarang oleh pemerintah karena menyebabkan banyak orang meninggal karena mengonsumsi makanan dingin dalam jangka waktu lama.
Usaha pemerintah tidak berhasil dan tradisi itu berlanjut. Akhirnya, pihak berwenang memindahkan festival dari musim dingin ke musim semi.
Tradisi Qingming sendiri kemudian dicetuskan oleh Kaisar Xuangzong dari Dinasti Tang. Ia melihat masyarakat sering melakukan upacara bagi leluhur. Menghabiskan banyak uang dan merepotkan, sang Kaisar menitahkan bahwa semua upacara dilakukan di pertengahan musim semi.
“Awalnya Festival Hanshi dan Qingming dirayakan bersamaan,” ungkap Meridith. Namun seiring berjalannya waktu, orang-orang hanya merayakan Festival Qingming saja.
Apa yang dilakukan orang selama Festival Qingming?
Festival Qingming sering disebut sebagai Hari Menyapu Makam. Sebutan ini masuk akal mengingat fakta bahwa menyapu makam adalah kegiatan terpenting pada perayaan ini.
Selain membersihkan makam leluhur dan membuat sesajen untuk orang mati, orang-orang juga pergi jalan-jalan menikmati alam. Ada yang menerbangkan layang-layang dan makan makanan khusus selama waktu ini.
Menyapu dan membersihkan makam
Meridith mengungkapkan, “Menyapu makam dipandang sebagai cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada leluhur.”
Merupakan bagian penting dalam festival, praktik ini terkait erat dengan tradisi Tionghoa yang berkaitan dengan bakti dan pemujaan leluhur.
Di Tiongkok sendiri, proses pembersihan makam leluhur berbeda-beda, tergantung di mana seseorang tinggal.
Di pedesaan, makam mengalami sedikit perubahan. Sebagian besar tidak terletak di area kuburan. Sebaliknya, makam sering ditempatkan di tempat yang menguntungkan dengan fengsui yang baik, biasanya di sisi bukit atau gunung.
Karena lokasi, membersihkan makam keluarga di pedesaan bisa jadi cukup sulit. Sering kali perlu mendaki gunung untuk sampai ke kuburan.
Karena hanya dikunjungi sekali dalam setahun, Anda akan menemukan banyak tumbuhan liar di makam atau sekitanya.
“Jika makamnya berukuran besar, tentu membutuhkan waktu dan tenaga untuk mencabuti rumput liar itu,” Meridith menjelaskan. Kerap kali, dalam satu area terdapat beberapa makam leluhur. Bisa dibayangkan waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan semua makam.
Saat ini, ada keluarga yang menyemen gundukan makam. Alih-alih mencabuti rumput, mereka hanya perlu membersihkan daun-daun kering.
Persembahan kepada leluhur
Di pedesaan, setelah kuburan dibersihkan, persembahan biasanya ditempatkan di kaki gundukan kuburan. Keluarga juga bisa menempatkannya di atas setengah lingkaran semen di depan kuburan.
Apa yang dipersembahkan bervariasi. Sebuah persembahan khas di pedesaan Hunan, misalnya, terdiri dari semangkuk nasi dengan sumpit, minuman keras báijiǔ, dan kepala ayam atau potongan daging lainnya.
Di Indonesia, keluarga mempersembahkan nasi, lauk pauk, buah, dan minuman. Ada juga yang menambahkan kue-kue.
Baca Juga: Catatan Tionghoa, Ketika Putra Mahkota Tsar Rusia Melancongi Batavia
Baca Juga: Riwayat Nyonya-nyonya Cina di Jawa, Narasi Sejarah yang Terlupakan
Baca Juga: Naskah Cina-Jawa, Jejak Budaya yang Terlupakan dalam Sejarah
Setelah persembahan diletakkan di depan makam, anggota keluarga menyalakan petasan, membakar dupa, dan uang kertas neraka. Namun sekarang, sama halnya seperti di Indonesia, keluarga hanya membakar dupa, uang kertas, dan beberapa kebutuhan orang yang sudah meninggal. Misalnya telepon genggam, baju, atau mobil. Semua ini dijual di toko khusus dan terbuat dari kertas sehingga mudah dibakar.
Tamasya musim semi
Setelah menghormati leluhur dengan membersihkan makam, banyak orang kemudian akan menghabiskan waktu di luar ruangan menikmati alam. Sering kali, festival ini menjadi kesempatan mudik dan berkumpul dengan kerabat.
Karena Festival Qingming jatuh pada awal musim semi setiap tahun, biasanya bertepatan dengan beberapa hari hangat pertama tahun itu. Sehingga ini juga menjadi kesempatan untuk menikmati alam.
Aktivitas Qingming populer lainnya adalah menerbangkan layang-layang. Lentera berwarna sering dipasang pada layang-layang di malam hari agar berkelap-kelip saat melintasi langit.
Secara tradisional, orang percaya bahwa mereka dapat meningkatkan peluang untuk mendapatkan keberuntungan dengan memotong tali layang-layang. Mereka membiarkannya layang-layang itu terbang bebas.
Meridith juga menuturkan bahwa layang-layang yang dilepaskan dengan cara ini dianggap membawa terbang kemalangan.
Festival Qingming tetap menjadi hari libur penting di Tiongkok dan di berbagai daerah di dunia yang memiliki komunitas Tionghoa. Festival ini memberikan kesempatan untuk memberi penghormatan kepada leluhur dan menghabiskan waktu menikmati alam bebas.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR