Nationalgeographic.co.id - Jauh sebelum orang-orang Neolitikum mendirikan Stonehenge yang megah, para pemburu-pengumpul Zaman Batu Mesolitik sering mengunjungi situs tersebut. Untuk apa? Mereka menggunakannya sebagai tempat berburu.
Kemudian, para petani dan pembangun monumen pindah ke wilayah tersebut. Hal ini diungkap dari sebuah studi yang baru dilakukan.
Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa sebelum Stonehenge dibangun, lanskap sekitarnya termasuk dalam hutan kanopi tertutup.
"Telah ada perdebatan panjang mengenai apakah arkeologi monumental Stonehenge diciptakan di lanskap hutan yang tidak berpenghuni. Atau apakah itu dibangun di area yang sudah sebagian terbuka dan penting bagi pemburu-pengumpul Mesolitikum akhir," para peneliti menulis dalam studi tersebut.
Sekarang, penelitian baru menunjukkan bahwa daerah itu secara historis merupakan hutan terbuka. Di sana, herbivora besar seperti aurochs, spesies ternak yang punah, pernah merumput. Tingginya penggunaan situs membuat peneliti menyimpulkan kemungkinan ada kesinambungan antara pemburu-pengumpul Mesolitikum dan Neolitik, atau pembangun monumen Zaman Batu Baru.
Dengan kata lain, pembangun Stonehenge tidak tiba-tiba ‘menemukan’ situs tersebut untuk pertama kalinya. Sebaliknya, tampaknya orang telah mengetahui tentang tempat ini selama berabad-abad sebelum situs itu dibangun.
“Bentuk awal Stonehenge dibangun sekitar 5.000 tahun yang lalu,” ungkap Jonathan Gordon dilansir dari laman Live Science. Sedangkan lingkaran batu terkenal yang masih berdiri sampai sekarang disatukan pada akhir Neolitikum, sekitar 2500 SM, menurut English Heritage yang mengelola situs tersebut.
Dataran Salisbury, dataran tinggi tempat Stonehenge berada, dianggap sebagai area suci oleh orang-orang kuno. Dataran ini menyimpan bukti struktur yang lebih tua yang berasal dari 10.500 tahun yang lalu.
Studi ini berpusat di sekitar Blick Mead, tempat pemburu-pengumpul awal di tepi Situs Warisan Dunia Stonehenge. Penggalian Blick Mead sebelumnya mengonfirmasi bahwa orang-orang Mesolitik menetap di sana sebelum 8000 SM. Dan penelitian baru menunjukkan bahwa manusia terus menggunakan daerah ini hingga periode Neolitik.
Untuk menyelidiki Blick Mead, Samuel Hudson, seorang peneliti di Universitas Southampton di Inggris, dan rekannya menggali parit yang baru dibuka di situs tersebut. Mereka menganalisis serbuk sari, spora, dan DNA purba, serta sisa-sisa hewan. Semua itu ditemukan di dalam sampel untuk dipelajari lebih lanjut. Penelitian ini ingin menemukan tentang bagaimana orang kuno menggunakan tanah selama Mesolitikum akhir, antara 5200 SM dan 4700 SM
Analisis mereka mengungkapkan bahwa daerah tersebut dulunya memiliki kondisi padang rumput lembab. “Situs ini terletak di sebelah padang rumput terbuka dengan hutan gugur di dekatnya,” tulis tim dalam penelitian tersebut. Hewan liar akan merumput di ladang terbuka itu. Penelitian mengungkapkan bahwa komunitas pemburu-pengumpul yang tinggal di sana 4.000 tahun sebelum pembangunan Stonehenge.
Baca Juga: Selidik Stonehenge, Benarkah Dirancang Sebagai Sistem Kalender Kuno?
Baca Juga: Monumen Ini Lebih Tua dari Stonehenge, Mengapa Berkait King Arthur?
Baca Juga: Arkeolog Temukan Monumen Neolitik Berusia 4.500 Tahun Dekat Stonehenge
"Situs Warisan Dunia Stonehenge diakui secara global karena lanskap monumental Neolitik dan Zaman Perunggunya yang kaya. Akan tetapi sedikit yang diketahui tentang signifikansinya bagi populasi Mesolitikum," kata penulis studi dalam sebuah pernyataan.
Namun sekarang jelas bahwa "pemburu-pengumpul telah memilih bagian dari lanskap ini, pembukaan aluvial, sebagai tempat yang terus-menerus untuk berburu dan pendudukan.”
Studi menunjukkan bahwa populasi Mesolitikum mengambil keuntungan dari kondisi yang lebih terbuka. Mereka berulang kali mengeksploitasi kelompok ungulata besar (mamalia berkuku). Ini dilakukan sampai transisi ke petani dan pembangun monumen terjadi.
Dalam arti tertentu, lahan tersebut telah diadaptasi untuk pembangunan monumen skala besar di kemudian hari. Lokasi ini dipilih untuk monumen karena tidak memerlukan pembukaan hutan sebab habitat terbuka sudah ada sebelumnya.
Para peneliti menyarankan ada kesinambungan antara penduduk kedua era, yang memanfaatkan tanah dengan cara yang berbeda. Namun mereka memahaminya sebagai lokasi yang menguntungkan.
Studi ini dipublikasikan secara daring pada 27 April di jurnal PLOS One.
Para ilmuwan merencanakan eksplorasi lebih lanjut dari sejarah Mesolitik di daerah ini untuk mengungkap lebih lanjut soal Stonehenge.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR