Nationalgeographic.co.id—Sebuah bangkai kapal misterius terlihat tenggelam di perairan dekat Pulau Sentinel Utara. Bahkan, bangkai kapal tersebut dapat dilihat dengan jelas melalui Google Earth.
Lantas, Anda mungkin bertanya kisah di balik terdamparnya kapal tersebut di dekat pulau yang dihuni suku Sentinel yang terkenal kejam kepada pendatang asing.
Itu adalah kapal milik The Primrose, sebuah kapal barang seberat 16.000 ton. Kapal itu kandas di tengah badai saat mengangkut muatan pakan ayam dari Bangladesh ke Australia pada 2 Agustus 1981.
Sebanyak 31 awak kapal mengalami malam yang penuh teror saat kapal terombang-ambing di Teluk Benggala selama berjam-jam. Kemudian kapal tersebut tersangkut di terumbu karang sesaat sebelum tengah malam.
Dua hari kemudian, sebuah perusahaan pelayaran Hong Kong menerima kabar buruk tersebut dari kapten kapal Liu Chunglong.
Ia meminta agar segera dikirimkan senjata yang diterjunkan dari udara untuk melawan penduduk pulau yang membawa tombak dan anak panah. Penduduk pulau mengancam akan menaiki kapal.
Awalnya, para awak kapal tidak merasa panik, karena mereka pikir mereka terdampar di dekat pulau yang indah dan tampaknya sepi.
Jurnalis Adam Goodheart di The American Scholar mengatakan, "Saat fajar menyingsing keesokan paginya, sang kapten mungkin merasa lega melihat daratan kering hanya beberapa ratus meter dari tempat peristirahatan The Primrose: sebuah pulau dataran rendah, selebar beberapa mil, dengan pantai sempit berpasir putih bersih yang berganti menjadi hutan lebat."
Sang kapten kemudian memeriksa petanya dan menyadari bahwa pulau tersebut adalah Pulau Sentinel Utara, pulau terpencil di bagian barat kepulauan Andaman.
Namun, laut terlalu ganas untuk menurunkan sekoci penyelamat. Karena kapal juga tampaknya tidak dalam bahaya tenggelam, jadi sang kapten memutuskan untuk tetap membiarkan awaknya di kapal dan menunggu bantuan.
Sekitar tanggal 3 Agustus, seorang anggota kru yang bertugas mengawasi tiba-tiba melihat adanya aktivitas manusia di pulau itu. Orang-orang keluar dari hutan dan berjalan menuju pantai.
Baca Juga: Ketika Suku Sentinel Dituntut Keadilan oleh Keluarga Korban yang Mereka Bunuh
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR