Nationalgeographic.co.id—Sebagian besar dari kita pernah mendengar pepatah "banyak jalan menuju Roma". Hari ini, memiliki arti "ada lebih dari satu cara untuk mencapai tujuan yang sama".
Tapi apakah semua jalan pernah benar-benar mengarah ke Kota Abadi? Dari mana asal-usul pepatah itu?
‘Kekuatan’ jalan Romawi
Ada hubungan erat antara jalan dan kekuatan kekaisaran. Pada 27 SM, kaisar Augustus mengawasi pemulihan via Flaminia. Ini merupakan ute utama yang mengarah ke utara dari Roma ke pantai Adriatik dan pelabuhan Rimini.
Pemulihan jalan Italia adalah bagian penting dari program renovasi Augustus setelah perang saudara menghancurkan semenanjung selama beberapa dekade. Sebuah lengkungan yang didirikan di via Flaminia bahwa sebagian besar jalan yang digunakan di Italia dipulihkan "dengan biaya sendiri".
Dan pembuatan jalan menghabiskan biaya yang sangat besar. Augustus dan penerusnya mencurahkan perhatian pada jaringan jalan karena jalan berarti perdagangan. “Perdagangan berarti mendatangkan pemasukan lebih banyak lagi,” ungkap Caillan Davenport dilansir dari laman Ancient Origins.
Pada 20 SM, senat memberi Augustus posisi khusus sebagai kurator jalan di Italia. Sang kaisar kemudian membuat milliarium aureum atau ‘tonggak emas’ di kota Roma. Terletak di kaki Kuil Saturnus di Forum Romawi, tonggak itu ditutupi dengan perunggu berlapis emas.
Menurut penulis biografi kuno Plutarch, tonggak sejarah ini adalah tempat "semua jalan yang melintasi Italia berakhir". Tidak ada yang tahu apa yang tertulis di sana, mungkin nama jalan utama direstorasi mengikuti instruksi Augustus.
Roma sebagai pusat dunia
Augustus sangat ingin mengembangkan gagasan bahwa Roma bukan hanya pusat Italia, tetapi seluruh dunia. Seperti yang ditulis penyair Augustan Ovid dalam Fasti:
“Ada batas tetap untuk wilayah orang lain, tetapi wilayah kota Roma dan dunia adalah satu dan sama.”
Tangan kanan Augustus, Agrippa, menampilkan peta dunia di serambinya di Roma yang berisi daftar jarak dan ukuran wilayah. Peta ini mungkin disusun dari jalan Romawi.
Jaringan jalan Romawi menyatukan seluruh wilayah kekaisaran. Para senator mulai membangun tonggak-tonggak yang mencantumkan jarak pada pertengahan abad ketiga SM. Tetapi sejak abad pertama Masehi, para kaisar mengambil penghargaan untuk semua pembangunan jalan. “Bahkan jika itu telah dilakukan oleh gubernur mereka,” ungkap Davenport.
Lebih dari 7000 tonggak bertahan hari ini. Di Italia tengah, tonggak biasanya menunjukkan informasi jarak dari tempat itu ke Roma.
Augustus juga mendirikan cursus publicus, sebuah sistem penginapan dan stasiun jalan di sepanjang jalan utama. Tempat ini menyediakan penginapan dan kuda segar untuk orang-orang dalam bisnis kekaisaran. Sistem ini hanya terbuka bagi mereka yang memiliki izin khusus. Bahkan pejabat tinggi tidak diizinkan untuk menyalahgunakan sistem.
Hubungan antara kekaisaran dan jalan semakin berarti ketika Konstantinus mendirikan ‘Roma baru’ di Konstantinopel pada abad keempat Masehi. Ia membangun sebuah lengkungan yang disebut Milion di tengahnya. Lengkungan ini berfungsi sama seperti tonggak emas yang dibuat oleh Augustus.
Banyak rute perjalanan Romawi bertahan karena rute ini disalin pada periode abad pertengahan.
The Antonine Itinerary, yang disusun pada abad ketiga M, sangat membantu pelancong untuk menemukan jalan pintas. Jenis dokumen ini sangat unik, bahkan orang Yunani pun tidak membuat rencana perjalanan seperti ini. Davenport menambahkan, “Mereka lebih memilih untuk menerbitkan catatan tertulis tentang pelayaran laut.”
Jaringan jalan Romawi telah mendorong perkembangan konsepsi geografis baru tentang kekuasaan. Ini memosisikan Roma sebagai pusat dunia.
Penggunaan kata jalan dalam pepatah
Sejak zaman kuno, frasa "semua jalan menuju Roma" sudah digunakan sebagai pepatah. Kitab Perumpamaan yang disusun oleh Alain de Lille, seorang teolog Prancis, pada abad ke-12 adalah contoh awal.
De Lille menulis bahwa ada banyak cara untuk mencapai Tuhan bagi mereka yang benar-benar menginginkannya:
“Seribu jalan menuntun manusia sepanjang zaman ke Roma,
Mereka yang ingin mencari Tuhan dengan sepenuh hati.”
Penyair Inggris Geoffrey Chaucer menggunakan frasa dengan cara yang sama pada abad ke-14 dalam Treatise on the Astrolabe:
“Benar sebagai jalan yang beragam membawa orang yang beragam ke jalan yang benar ke Roma.”
Sebenarny dalam kedua contoh ini, kota fisik tidak ada artinya. Baik de Lille maupun Chaucer tidak benar-benar berbicara tentang Roma.
Namun, ketika pepatah mulai menjadi populer di surat kabar dan majalah abad ke-19, momok kota itu kembali. Roma sebagai Kota Abadi menyentuh hati pembaca tentang penggalian menarik yang terjadi di Italia dan Eropa.
Dengan demikian di abad ke-19, frasa tersebut memiliki arti seperti pada zaman Romawi: Roma sebagai metropolis kekaisaran.
Baca Juga: Memetakan Jalan Romawi yang Menjadi Pepatah 'Banyak Jalan Menuju Roma'
Baca Juga: Jalan Romawi sangat Berbahaya saat Gelap, Kepala bisa Tertimpa Pispot!
Baca Juga: Benarkah Orang Romawi Kuno Mencapai Amerika sebelum Columbus?
Baca Juga: Isyarat Jari Peninggalan Romawi Kuno yang Masih Kita Gunakan
Misalnya, pada Juli 1871, Koresponden Khusus Daily News untuk Times di India menyaksikan Victor Emmanuel II memasuki Roma dengan penuh kemenangan sebagai Raja Italia:
“Semua jalan,” kata pepatah lama, “mengarah ke Roma,” dan pepatah itu muncul dengan kekuatan aneh di benak saya hari ini. Dengan berbagai jalan panjang dia mencapai Bukit Quirinal.”
Sama seperti Raja mengambil berbagai jalan ke kota, demikian pula rutenya menuju monarki sangat sulit dan rumit. Koresponden itu menggunakan Roma sebagai kota kekaisaran dan titik akhir pencapaian. Secara harfiah raja memasuki kota dan juga menempuh berbagai ‘jalan’ untuk mencapai kekuasaan.
Cerminan jaringan jalan Romawi yang canggih
Ungkapan "semua jalan menuju Roma" adalah cerminan jaringan jalan Romawi yang canggih dan visualisasinya dalam monumen dan dokumen Romawi.
Ketika mendengar ungkapan "semua jalan menuju ke Roma", kita tidak membayangkan jalan berbatu tetapi jaringan jalan Romawi yang besar. Jaringan ini dilengkapi dengan Roma, karakternya, dan sejarahnya sebagai pusatnya.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR