Nationalgeographic.co.id—Sempat terlupakan dan tersimpan lama dalam tempat penyimpanan, mumi burung ini diberi label yang salah sebagai elang. Ketika para peneliti melakukan pemindaian digital, mereka akhirnya mengetahui jenisnya.
Alih-alih elang, mumi berusia 1.500 tahun itu kemungkinan adalah ibis keramat, Threskiornis aethiopica. Ini adalah burung rawa dengan kaki seperti enggrang dan paruh panjang melengkung.
Ibis keramat sering digunakan oleh orang Mesir kuno sebagai kurban bagi dewa Thoth. “Thoth dikenal juga sebagai dewa bulan, berhitung, belajar dan menulis,” tutur Callum McKelvie dilansir dari laman Live Science.
"Ini bukan hanya makhluk hidup yang dinikmati ketika ia sedang berjalan-jalan di permukaan air," kata Carol Ann Barsody, mahasiswa master arkeologi di Cornell University. Merupakan pelopor proyek penelitian, Barsody mengungkapkan bahwa burung ibis keramat merupakan hewan yang suci.
Cornell University tidak memiliki catatan tentang bagaimana mumi itu bisa bergabung dalam koleksinya. Barsody awalnya curiga bahwa mumi itu tiba sebagai bagian dari pengiriman barang tahun 1884. Dalam pengiriman ini termasuk mumi manusia Penpi, seorang juru tulis Thebian. Namun, setelah melakukan penelitian lebih lanjut, dia menemukan bahwa tidak ada artefak Mesir lain yang datang bersama Penpi.
Barsody memutuskan untuk mempelajari semua tentang mumi itu, tanpa mengganggu isi di dalamnya. Bersama Frederic Gleach, dosen senior dan kurator Koleksi Antropologi Cornell, ia membawa mumi ke Fakultas Kedokteran Hewan. Di sana mumi ringan seberat 942 gram menjalani pemindaian CT untuk menentukan apakah mumi itu benar-benar burung.
Pemindaian mengungkapkan bahwa kaki telah patah sebelum proses mumifikasi. “Namun bulu dan jaringan lunak masih terpelihara setelah sekian lama,” tambah Barsody. Mereka juga dapat melihat bahwa paruh burung yang patah telah terjadi pasca mumifikasi.
Tim kemudian berkonsultasi dengan Vanya Rohwer, kurator Burung dan Mamalia di Museum Vertebrata Cornell yang mengidentifikasikannya sebagai ibis. Identifikasinya tidak terlalu mengejutkan, karena ibis di Mesir kuno dibiakkan dalam jumlah besar. Ini karena popularitasnya, terutama dalam penggunaannya sebagai persembahan.
Awalnya, mumi khusus ini membingungkan tim karena cara orang Mesir kuno mempersiapkan burung itu. Saat memeriksa pemindaian CT, mereka tidak dapat melihat bagaimana burung itu terlipat menjadi bentuknya yang sekarang.
Ketika menggunakan koleksi kulit dan kerangka studi museum, dengan hati-hati menyalin bentuk burung dengan menyatukan bagian-bagiannya, mereka menyimpulkan bahwa kepala ibis telah dipelintir. Kemudian kepala ditekuk ke belakang ke tubuhnya. Tulang dada dan tulang rusuk juga telah dilepas, ini praktik yang tidak umum dilakukan di antara mumifikasi burung.
Baca Juga: Temuan Mumi Burung di Gurun Atacama Chile Singkap Sisi Gelap Manusia
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR