Baca Juga: J.P. Coen Bersiasat Mencari Rahim Belanda untuk Prajurit VOC
Baca Juga: Kesaksian Prajurit Mataram Juluki Batavia Sebagai 'Kota Tahi'
Baca Juga: J.P. Coen Memuji Warga Tionghoa, Namun Mengapa VOC Membantai Mereka?
Baca Juga: Jelang 400 Tahun Kastel Batavia, Arkeolog Menyingkap Satu Bastionnya
Mereka diharuskan teken kontrak untuk tinggal lima tahun di Batavia dan sekitarnya. Kalau di antara mereka mendapat jodoh, akan diberikan emas kawin oleh kompeni.
Sebanyak enam gadis lain tiba di Batavia pada 1622. Mereka mendapat julukan "putri-putri kompeni". Di tahun yang sama berangkat pula sejumlah gadis dari Amsterdam. Sebagian besar masih lajang, rata-rata berumum 11 tahun dan ada pula yang 20 tahun.
Para gadis impor itu kebanyakan berasal dari keluarga miskin. Tingkat pendidikan mereka juga rendah.
Konon mereka mau tinggal di Batavia hanya untuk mencari kekayaan. Setelah hidup kaya, mereka minta segera dipulangkan ke Eropa.
"Gadis-gadis Belanda datang ke Batavia dalam keadaan miskin. Kemudian kalau mereka sudah kaya, mereka tidak berhenti mengomel. Mereka ingin pulang memamerkan kekayaan mereka kepada kenalan dan tetangga," ungkap seorang pejabat kolonial.
Dalam perkembangannya kemudian, jumlah impor gadis dari Eropa mulai dikurangi, bahkan dihentikan. Akibatnya, orang-orang Belanda di Batavia mulai makin melirik perempuan-perempuan Asia.
Sebenarnya sudah banyak juga orang kompeni yang menjalin asmara dengan perempuan pribumi di Nusantara atau perempuan India. Banyak perempuan di Nusantara yang dijadikan gundik atau nyai oleh laki-laki Belanda.
Source | : | Kisah-Kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR