"Pengamatan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini telah sangat meningkatkan pemahaman kita tentang apa yang terjadi di pusat galaksi kita dan menawarkan wawasan baru tentang bagaimana lubang hitam raksasa ini berinteraksi dengan lingkungan mereka."
Melansir Live Science, Albert Einstein lewat teori relatvitas umumnya menjelaskan bagaimana benda-benda masif dapat membengkok struktur alam semesta, yang disebut ruang-waktu. Gravitas tidak dihasilkan oleh kekuatan yang tak terlihat, tetapi hanyalah pemahaman kita tentang ruang-waktu yang bisa membengkok dan terdistorsi dengan adanya materi dan energi.
Baca Juga: Cara Terbaru Mengukur Lubang Hitam: Cari Pasangan yang Melebur
Baca Juga: 'Lubang Cacing' Membantu Menjelaskan Paradoks Informasi Lubang Hitam?
Baca Juga: 'Detak Jantung' Lubang Hitam Menawarkan Wawasan Baru bagi Astronom
Baca Juga: Spiral Kematian: Sebuah Lubang Hitam yang Berputar pada Sisinya
Lubang hitam adalah titik di ruang angkasa di mana efek bengkok atau melengkung ini menjadi sangat kuat. Sehingga, menyebabkan tidak cuma semua materi di dekatnya, tetapi semua cahaya di dekatnya tersedot ke dalam.
Untuk menjadi lubang hitam, perlu ada bintang yang massanya lima hingga 10 kali massa matahari yang memasuki usia senja. Ketika bintang mendekati akhir hayatnya, ia akan menggabungkan elemen yang lebih berat seperti silikon dan magnesium, di dalam inti.
Begitu proses fusinya mulai membentuk besi, bintang itu memasuki babak penghancuran dirinya. Butuh lebih banyak energi bagi besi untuk melebur, sehingga bintang kehilangan kemampunnya untuk mendorong keluar melawan gaya gravitasi besar yang dihasilkan oleh massanya yang kian membesar.
Bintang kemudian runtuh ke dalam dirinya sendiri, kemudian semua materi mengikuti. Akibatnya, ia berada pada sebuah titik dengan dimensi yang sangat kecil dan kepadatan yang tak terbatas yang disebut singularitas. Dan, voila! jadilah lubang hitam dengan bagian luarnya yang disebut event horizon yang membuat tidak satu pun, termasuk cahaya, bisa lolos dari tarikannya.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR