Nationalgeographic.co.id—Sudah lama diperkirakan bahwa pusat galaksi kita, Bimasakti, adalah lubang hitam. Sebab, gravitasinya dapat mengikat debu, gas, bintang, dan planet di Bimasakti dalam orbit yang longgar di sekitarnya. Bahkan, dalam berbagai pengamatan di pusat galaksi, bintang-bintangnya bisa mengelilinginya dengan cepat.
Gambar pusat galaksi kita yang disebut Sagitarius A* itu berhasil ditangkap oleh para astronom lewat Event Horizon Telescope (EHT). Pengamatan baru ini menunjukkan cahaya dapat dibelokkan di sektiar raksasa ruanng-waktu yang melengkung itu.
Sagitarius A* adalah robekan raksasa ruang-waktu yang sangat cerah dalam radio astronomi di sekitar pusat Bimasakti. Massanya empat juta kali dari matahari kita dan lebarnya diperkirakan 60 juta kilometer.
Lubang hitam itu sulit dilihat karena cahaya tidak dapat lolos dari tarikan gravitasinya yang kuat. Maka, satu-satunya cara adalah melihat siluet cincin cahaya yang kabur dan melengkung. Lengkungan cahaya ini atau seperti halo, berasal dari materi super panas dan bercahaya yang berputar-putar di sekitar pintu masuk ke mulut lubang hitam dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya.
Setelah plasma yang perlahan-lahan terkoyak dan tertelan jatuh di atas lubang hitam, atau yang biasa disebut event horizon, benda itu lenyap selama-lamanya ke dalam.
"Hasil kami adalah bukti terkuat hingga saat ini bahwa lubang hitam berada di pusat galaksi kita," kata Ziri Younsi, ahli astrofisika di University College London yang terlibat dalam pengamatan EHT, dalam rilis UK Research and Innovation. "Lubang hitam ini adalah perekat yang menyatukan galaksi. Ini adalah kunci pemahaman kita tentang bagaimana Bimasakti terbentuk dan akan berkembang di masa depan."
Walau gambarnya terlihat mirip dengan M87*, lubang hitam Sagitarius A* sangat berbeda. M87* berukuran 1.600 kali lebih besar dan dikelilingi oleh pusaran gas panas yang jauh lebih besar dan lebih padat (piringan akresi). Sedangkan Sagitarus A* gasnya lebih sedikit dan hanya beberapa menit untuk mengelilingi lubang hitam, tidak seperti M87* yang bisa berhari-hari.
Meskipun gas di sekitar Sagitarius A* berputar dengan cepat, lubang hitam hanya perlahan menggigit sekelilingnya.
Sara Issaoun, anggota proyek EHT dari Smithsonian Astrophysical Observatory dalam konferensi pers menjelaskan pengibaratannya. Jika lubang hitam diperkecil menjadi seukuran manusia, lubang hitam seukuran manusia itu akan memakan materi yang setara dengan hanya satu butir beras setiap satu juta tahun.
Issaoun dan tim mengukapkan bahwa penemuan ini mengikuti citra pertama mereka pada tahun 2019 untuk menemukan lubang hitam M87* yang jauh di luar galaksi kita. Terlebih lagi, bentuk dan ukuran lubang hitam Sagitarius A* ini semakin menegaskan apa yang diprediksi oleh teori relativitas umum Albert Einstein.
"Kami terkejut dengan seberapa baik ukuran cincin sesuai dengan prediksi dari teori relativitas umum Einstein," kata Geoffrey Bower, kolaborator dan astronom EHT dari Academia Sinica, Taiwan, dikutip dari rilis University of Illinois.
"Pengamatan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini telah sangat meningkatkan pemahaman kita tentang apa yang terjadi di pusat galaksi kita dan menawarkan wawasan baru tentang bagaimana lubang hitam raksasa ini berinteraksi dengan lingkungan mereka."
Melansir Live Science, Albert Einstein lewat teori relatvitas umumnya menjelaskan bagaimana benda-benda masif dapat membengkok struktur alam semesta, yang disebut ruang-waktu. Gravitas tidak dihasilkan oleh kekuatan yang tak terlihat, tetapi hanyalah pemahaman kita tentang ruang-waktu yang bisa membengkok dan terdistorsi dengan adanya materi dan energi.
Baca Juga: Cara Terbaru Mengukur Lubang Hitam: Cari Pasangan yang Melebur
Baca Juga: 'Lubang Cacing' Membantu Menjelaskan Paradoks Informasi Lubang Hitam?
Baca Juga: 'Detak Jantung' Lubang Hitam Menawarkan Wawasan Baru bagi Astronom
Baca Juga: Spiral Kematian: Sebuah Lubang Hitam yang Berputar pada Sisinya
Lubang hitam adalah titik di ruang angkasa di mana efek bengkok atau melengkung ini menjadi sangat kuat. Sehingga, menyebabkan tidak cuma semua materi di dekatnya, tetapi semua cahaya di dekatnya tersedot ke dalam.
Untuk menjadi lubang hitam, perlu ada bintang yang massanya lima hingga 10 kali massa matahari yang memasuki usia senja. Ketika bintang mendekati akhir hayatnya, ia akan menggabungkan elemen yang lebih berat seperti silikon dan magnesium, di dalam inti.
Begitu proses fusinya mulai membentuk besi, bintang itu memasuki babak penghancuran dirinya. Butuh lebih banyak energi bagi besi untuk melebur, sehingga bintang kehilangan kemampunnya untuk mendorong keluar melawan gaya gravitasi besar yang dihasilkan oleh massanya yang kian membesar.
Bintang kemudian runtuh ke dalam dirinya sendiri, kemudian semua materi mengikuti. Akibatnya, ia berada pada sebuah titik dengan dimensi yang sangat kecil dan kepadatan yang tak terbatas yang disebut singularitas. Dan, voila! jadilah lubang hitam dengan bagian luarnya yang disebut event horizon yang membuat tidak satu pun, termasuk cahaya, bisa lolos dari tarikannya.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR