Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan Harvard University meyakini bahwa perjalanan melalui lubang cacing atau wormhole, menembus ruang dan waktu dapat dilakukan dan memungkinkan. Tapi, perjalanan tersebut akan menjadi lebih lama jika dibandingkan perjalanan langsung.
Daniel Jafferis, dari Harvard University, yang menulis bekerja sama dengan Ping Gao, juga dari Harvard dan Aron Wall dari Standfpord University pernah mempresentasikan kemungkinan tersebut dalam pertemuan American Physical Society. Menurut mereka, meski bisa dilakukan, tapi perjalanan melintasi lubang cacing adalah pekerjaan yang sia-sia.
"Butuh waktu lebih lama untuk melewati lubang cacing ini daripada pergi langsung, jadi mereka tidak terlalu berguna untuk perjalanan luar angkasa," kata Jafferis," seperti dikutip laman Science Daily.
"Jadi jangan mengemas tas Anda untuk perjalanan ke sisi lain galaksi. Meskipun secara teoritis mungkin, itu tidak berguna bagi manusia untuk melakukan perjalanan."
Seperti diketahui, worm hole atau lubang cacing adalah konsep terowongan melengkung di ruang dan waktu. Terowongan tersebut dapat menghubungkan tempat yang jauh.
Dalam konsep teori relativitas kuantum, alam semesta itu melengkung dan coba bayangkan seperti permukaan bola. Dan untuk mencapai sisi lainnya, maka perlu melakukan perjalanan dengan mengitari permukaan bola tersebut. Nah, lubang cacing adalah konsep dalam teori tersebut yang menembus langsung ke sisi lain alam semesta tersebut.
Selama ini, lubang cacing dianggap sebagai jalan pintas untuk dapat mencapai sisi lain alam semesta. Hal itu karena memiliki jarak yang lebih pendek dibandingkan harus mengitari lengkungan alam semesta.
Namun, menurut Daniel Jafferis, salah satu peneliti di Harvard University dan rekan-rekannya, meski jaraknya lebih pendek, melewati lubang cacing justru membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan jika melakukan perjalanan langsung ke sisi lain alam semesta tersebut.
Teori baru itu terinspirasi ketika Jafferis mulai berpikir tentang dua lubang hitam yang terjerat pada tingkat kuantum. Sebagaimana dirumuskan dalam korespondensi dengan Juan Maldacena, ilmuwan dari Institute for Advanced Study dan Lenny Susskind dari Stanford.
Meskipun ini berarti koneksi langsung antara lubang hitam lebih pendek dari koneksi lubang cacing, dan karena itu perjalanan lubang cacing bukanlah jalan pintas. Teori ini memberikan wawasan baru ke dalam mekanika kuantum.
"Dari perspektif luar, perjalanan melalui lubang cacing setara dengan teleportasi kuantum menggunakan lubang hitam yang terjerat," kata Jafferis.
Jafferis mendasarkan teorinya pada konfigurasi yang pertama kali dirancang oleh Einstein dan Rosen pada tahun 1935, yang terdiri dari hubungan antara dua lubang hitam, sementara istilah wormhole sendiri diciptakan pada tahun 1957.
Baca Juga: 'Lubang Cacing' Membantu Menjelaskan Paradoks Informasi Lubang Hitam?
Baca Juga: Perburuan Lubang Cacing, Bagaimana Ilmuwan Cari Terowongan Ruang-Waktu
Baca Juga: Bagaimana Super-Telescope EHT Memotret Lubang Hitam di Luar Angkasa?
Baca Juga: Akhirnya Astronom Berhasil Memotret Lubang Hitam di Pusat Bimasakti
Karena lubang cacing dapat dilalui, kata Jafferis, ini adalah kasus khusus di mana informasi dapat digali dari lubang hitam. "Ini memberikan penyelidikan kausal daerah yang seharusnya berada di balik cakrawala, jendela pengalaman pengamat di dalam ruang-waktu, yang dapat diakses dari luar," kata Jafferis.
Sampai saat ini, batu sandungan utama dalam merumuskan lubang cacing yang dapat dilalui adalah kebutuhan energi negatif, yang tampaknya tidak konsisten dengan gravitasi kuantum. Namun, Jafferis telah mengatasinya dengan menggunakan alat teori medan kuantum, menghitung efek kuantum yang mirip dengan efek Casimir.
"Konfigurasi melibatkan koneksi langsung antara kedua ujung lubang cacing. Penelitian kami juga membahas implikasinya terhadap informasi kuantum dalam gravitasi, paradoks informasi lubang hitam, dan hubungannya dengan teleportasi kuantum," kata Jafferis.
"Saya pikir itu akan mengajari kita hal-hal mendalam tentang korespondensi pengukur/gravitasi, gravitasi kuantum, dan bahkan mungkin cara baru untuk merumuskan mekanika kuantum."
Source | : | Science Daily,American Physical Society |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR