Akan tetapi temuan tablet Mycenaean kuno di istana Pylos, di Yunani selatan, menyebutkan namanya. Catatan ini membuktikan bahwa Dionisos bukan dewa yang diadopsi dari luar Yunani, melainkan muncul dari kepercayaan masyarakat yang diperkirakan sudah diyakini pada abad ke-13 SM.
Awalnya juga cendekiawan positivis abad ke-19 mengira para maenad (perempuan pengiring Dionisos) hanya ada dalam mitos dan sastra. Namun bukti prasasti berbagai periode waktu rupanya mengungkapkan keberadaannya.
Para maenad ini mengadakan penghormatan dengan keadaan mabuk dan mencabik-cabik hewan hidup dan memakan daging mentahnya. Kisahnya muncul ketika Dionisos mengunjungi Raja Pantheus, sepupunya di Thebes, tanah kelahirannya.
Karena sang Raja enggan mengkultuskannya, para wanita Thebes mengadakan upacara penghormatan. Nahasnya, Pantehus diketahui sedang memata-matai mereka, sehingga dia dicabik-cabik dengan tangan kosong, bahkan oleh ibunya sendiri, Agave.
"Dengan demikian Dionisos adalah dewa sepenuhnya Yunani yang popularitasnya telah mencakup periode waktu dan samaran yang berbeda," tulis David Hernández de la Fuente, pengajar di Department of Classics at the Complutense University of Madrid, di National Geographic.
"Dia (Dionisos) digambarkan sebagai seorang wanita muda yang cantik, berambut panjang, dan seorang pria dewasa gemuk berjanggut."
Umum diketahui bila mitologi Romawi mengadopsi Yunani, termasuk tentang Dionisos. Namun, ada perbedaan di antara keduanya. Dionisos digambarkan sebagai anak bangsawan, pemuda, dan biasanya ada di samping 12 dewa-dewi Olimpus. Di sisi lain, Bacchus ditampilkan dengan tua dan gemuk, terkadang menjadi pendendam, pengguna sihir dari tongkat untuk melawan mereka yang menolak mengkultuskannya dan cita-cita kebebasannya.
De la Fuente menambahkan, sistem kepercayaan dunia kuno di Mediterania juga terpengaruh dengan tradisi Dionisos. Misalnya, Dewa Osiris di Mesir, kerap disamakan dengan Dionisos oleh sejarawan Yunani Herodotus pada abad kelima SM.
"Para cendekiawan juga mencatat hubungan antara anggur pemberi kehidupan dari kultus Dionisos dan sentralitas anggur dalam sakramen ekaristi di agama Kristen, serta paralel antara dewa Yunani dan Kristus sendiri," terang De la Fuente.
"Pemikir abad kedua puluh seperti James Frazer melihat Dinosos dan Kristus dalam konteks tradisi Mediterania timur tentang dewa-dewa yang sekarat dan bangkit, yang pengorbanan dan kebangkitannya menebus umat mereka."
KOMENTAR