Nationalgeographic.co.id - Walau dikenal sebagai filosof Yunani kuno, Aristoteles sejatinya sangat dekat dengan bangsawan Makedonia. Nichomachus, ayah Aristoteles, bahkan merupakan ilmuwan istana Makedonia yang waktu itu dirajai oleh Amyntas III (420 - 370 SM), kakek dari Alexander Agung (Juli 356 SM – Juni 323 SM).
Yunani saat itu merupakan negara-kota yang terpecah-pecah yang berikutnya ditaklukkan oleh Makedonia dibawah kepemimpinan Philip II (382 - 336 SM) sejak pertengahan abad ketiga Sebelum Masehi. Sementara, mengutip Britannica, Aristoteles di waktu yang sama, masih belajar di Akademia di Athena dan menjadi murid Plato. Kondisi ini membuatnya sulit untuk hidup sebagai orang Makedonia di Athena yang memeprtahankan kemerdekaannya.
Athena dan Thebes, yang merupakan kekuatan penting baru takluk di tahun 338 SM lewat pertempuran Chaeronea. Menurut sejarawan spesialis Yunani kuno George Cawkwell dalam buku Philip of Macedon, alasan Philip II menguasai negara-negara Yunani, adalah hendak menyatukan kekuatan dalam bentuk federasi untuk melawan Persia.
Baca Juga: Riwayat Kedekatan Guru dan Murid: Aristoteles dan Alexander Agung
Baca Juga: Temuan Alat Selam Diving Bell oleh Aristoteles untuk Alexander Agung
Baca Juga: Mengapa Telur Berbentuk Oval? Aristoteles pun Sempat Dibuat Bingung
Aristoteles diterima dengan baik di Akademia walau dia orang Makedonia, tetapi situasi berubah ketika Plato meninggal di tahun 348 SM. Karena sentimen anti-Makedonia dan pergantian pemimpin Akademia ke Speusippus (keponakan Plato), Aristoteles meninggalkan Athena untuk bermigrasi ke Assus, sebuah kota di pesisir Anatolia (Turki kini). Di sana, ia jatuh cinta dengan Hermias, seorang bangsawan yang juga alumni Akademia.
Setelah itu, sebagaimana yang ditulis sebelumnya, Aristoteles mengikuti jejak ayahnya sebagai cendekiawan istana kerajaan Makedonia. Ia menjadi pengajar bagi Alexander Agung yang masih muda berbagai ilmu pengetahuan, dan tinggal di Pella (ibukota Makedonia) sampai sang pangeran naik tahta setelah Philip II tewas sekitar tahun 336 atau 335 SM.
Namun, kondisi politik Makedonia-Yunani bukanlah hal yang mudah untuk membuat Aristoteles kembali ke Athena dan mendirikan Lyceum di tahun tersebut. Sejarawan sekaligus filsuf Anton-Hermann Chroust dalam makalah Aristotle returns to Athens in the year 335 B.C di jurnal Laval théologique et philosophique, menyebut kondisi politik saat itu panas setelah kematian Philip II.
"Dia (Philip II) digantikan, meskipun bukan tanpa kesulitan serius, oleh putranya Alexander yang pada jalan menuju takhta Makedonia mengalami ancaman oleh musuh dan saingan dari segala sisi," jelas Chroust. Beberapa pihak keluarga mengklaim takhta untuk pengganti Philip II karena pertimbangan umur Alexander yang masih muda (20 tahun).
"Ketika berita pembunuhan Philip sampai ke telinga orang-orang Yunani, mereka menganggap semua perjanjian dan alansi sebelumnya telah usai. Sebagian besar negara Yunani bersukacita atas kematian Philip, mengabaikan sepenuhnya kemampuan dan kemauan Alexander untuk memulihkan dominasi Makedonia atas Yunani," lanjutnya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR