Nationalgeographic.co.id - Sebagai anak Zeus dari hubungan gelap bersama Semele, Dionisos disembah di berbagai tempat seperti Thebes dan Anatolia. Meski demikian, penyembahannya tidak seragam di masa klasik. Beberapa tempat di antaranya bersifat publik dan terorganisasi, sementara ritual lainnya misterius dan dilakukan secara rahasia.
Di Roma—ia disebut sebagai Bacchus, dihormati lewat ritual liar yang dirayakan pada malam hari di hutan dan pegunungan. Sedangkan di Yunani, ia dihormati dengan festival yang punya unsur anggur dan kesenian.
Setiap bulan Maret, kota Athena akan mengadakan festival yang dikenal sebagai Dionysian Raya. Pada awal abad keenam SM, festival ini berlangsung selama enam hari. Pada hari pertama, sebuah prosesi akan membuka festival saat patung Dionisos dibawa ke teater. Kemudian, dilanjutkan dengan kurban banteng dan mengadakan pesta.
Pada hari-hari berikutnya, para penulis drama Yunani kuno akan menampilkan karya mereka mulai dari tragedi, komedi, sampai drama satir. Mereka semua bersaing demi mendapatkan penghargaan publik. Aktor yang berpenampilan bagus juga akan diberikan hadiah. Mereka yang menempati juara satu akan diberi karangan bunga ivy, simbol penghormatan kepada dewa pelindung anggur.
Dionisos juga disembah lewat serangkaian ritual rahasia yang kini dikenal sebagai Misteri Dionysian. Banyak ahli peradaban dan mitologi Yunani kuno berpendapat, evolusinya dari kultus yang tidak dikenal dan menyebar ke seluruh Mediterania seiring dengan penyebaran anggur.
Selain itu, sepintas ritus-ritus pesta pora dan ritual misteri yang ada pada Dionisos, dianggap bertentangan dengan harmonis dan teratur daripada agama Yunani klasik. Banyak cendekiawan menganggap, penghormatan-penghormatan ini tidak diyakini bahwa Dionisos benar-benar dewa Yunani, terutama dalam pandangan tradisi Jerman.
Baca Juga: Kisah Dionisos, Anak Zeus Berkeliling dari Yunani sampai Asia
Baca Juga: Telusur Ragam Simbol dan Kedudukan Wanita di Zaman Yunani Kuno
Baca Juga: Telusur Ragam Simbol dan Kedudukan Wanita di Zaman Yunani Kuno
Baca Juga: Seperti Apa Perkembangan Kehidupan Beragama Bangsa Romawi Kuno?
Mereka menganggap Dionisos sebagai dewa asing, dan mengabaikan kemungkinan bahwa mitos seputar kematian dan kebangkitannya berasal dari Yunani. Melansir National Geographic, pada abad ke-19, para cendekiawan positivis berpendapat Dionisos adalah dewa impor dari luar Yunani.
Akan tetapi temuan tablet Mycenaean kuno di istana Pylos, di Yunani selatan, menyebutkan namanya. Catatan ini membuktikan bahwa Dionisos bukan dewa yang diadopsi dari luar Yunani, melainkan muncul dari kepercayaan masyarakat yang diperkirakan sudah diyakini pada abad ke-13 SM.
Awalnya juga cendekiawan positivis abad ke-19 mengira para maenad (perempuan pengiring Dionisos) hanya ada dalam mitos dan sastra. Namun bukti prasasti berbagai periode waktu rupanya mengungkapkan keberadaannya.
Para maenad ini mengadakan penghormatan dengan keadaan mabuk dan mencabik-cabik hewan hidup dan memakan daging mentahnya. Kisahnya muncul ketika Dionisos mengunjungi Raja Pantheus, sepupunya di Thebes, tanah kelahirannya.
Karena sang Raja enggan mengkultuskannya, para wanita Thebes mengadakan upacara penghormatan. Nahasnya, Pantehus diketahui sedang memata-matai mereka, sehingga dia dicabik-cabik dengan tangan kosong, bahkan oleh ibunya sendiri, Agave.
"Dengan demikian Dionisos adalah dewa sepenuhnya Yunani yang popularitasnya telah mencakup periode waktu dan samaran yang berbeda," tulis David Hernández de la Fuente, pengajar di Department of Classics at the Complutense University of Madrid, di National Geographic.
"Dia (Dionisos) digambarkan sebagai seorang wanita muda yang cantik, berambut panjang, dan seorang pria dewasa gemuk berjanggut."
Umum diketahui bila mitologi Romawi mengadopsi Yunani, termasuk tentang Dionisos. Namun, ada perbedaan di antara keduanya. Dionisos digambarkan sebagai anak bangsawan, pemuda, dan biasanya ada di samping 12 dewa-dewi Olimpus. Di sisi lain, Bacchus ditampilkan dengan tua dan gemuk, terkadang menjadi pendendam, pengguna sihir dari tongkat untuk melawan mereka yang menolak mengkultuskannya dan cita-cita kebebasannya.
De la Fuente menambahkan, sistem kepercayaan dunia kuno di Mediterania juga terpengaruh dengan tradisi Dionisos. Misalnya, Dewa Osiris di Mesir, kerap disamakan dengan Dionisos oleh sejarawan Yunani Herodotus pada abad kelima SM.
"Para cendekiawan juga mencatat hubungan antara anggur pemberi kehidupan dari kultus Dionisos dan sentralitas anggur dalam sakramen ekaristi di agama Kristen, serta paralel antara dewa Yunani dan Kristus sendiri," terang De la Fuente.
"Pemikir abad kedua puluh seperti James Frazer melihat Dinosos dan Kristus dalam konteks tradisi Mediterania timur tentang dewa-dewa yang sekarat dan bangkit, yang pengorbanan dan kebangkitannya menebus umat mereka."
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR