Nationalgeographic.co.id—Kopi adalah minuman yang sangat populer dan paling banyak diminum di dunia selain air putih. Sekarang, para ilmuwan dari University of Nottingham telah menemukan bahwa kopi dapat menjadi rahasia untuk melawan kegemukan.
Penelitian tersebut menemukan bahwa kopi dapat menstimulasi dan memiliki efek langsung pada 'lemak coklat' di tubuh manusia. Laporan tersebut telah dipublikasikan di jurnal Nature, scientific report dengan judul "Caffeine exposure induces browning features in adipose tissue in vitro and in vivo" yang dapat diakses bebas dan gratis secara daring.
Untuk diketahui, lemak colat di tubuh manusia memiliki peran kunci dan menjadi bagian penting di tubuh kita. Peran utama lemak coklat adalah berkaitan dengan seberapa cepat tubuh kita dapat membakar kalori menjadi energi.
Pada akhirnya, pembakaran kalori menjadi energi di tubuh manusia dapat menjadi kunci untuk menanggulangi obesitas atau kegemukan dan diabetes. Penelitian ini adalah salah satu penelitian yang pertama kali dilakukan pada manusia untuk menemukan komponen yang dapat memiliki efek langsung pada fungsi lemak coklat.
Lemak coklat atau Brown adipose tissue (BAT) adalah salah satu dari dua jenis lemak yang ditemukan pada manusia dan mamalia lainnya. Awalnya hanya dikaitkan dengan bayi dan mamalia yang berhibernasi, ditemukan dalam beberapa tahun terakhir bahwa orang dewasa dapat memiliki lemak cokelat juga.
Fungsi utamanya adalah untuk menghasilkan panas tubuh dengan membakar kalori. Fungsi tersebut berlawanan dengan lemak putih, yang merupakan hasil dari penyimpanan kelebihan kalori. Oleh karena itu, orang dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah (BMI) pada umumnya memiliki jumlah lemak coklat yang lebih tinggi.
Profesor Michael Symonds, dari School of Medicine di University of Nottingham yang turut memimpin penelitian ini mengatakan bahwa lemak coklat bekerja dengan cara yang berbeda dengan lemak lain di tubuh kita. Lemak coklat menghasilkan panas dengan membakar gula dan lemak, seringkali sebagai respons terhadap dingin untuk meningkatkan aktivitasnya meningkatkan kontrol gula darah serta meningkatkan kadar lemak darah.
Tidak hanya itu, tambahan kalori yang dibakar juga membantu menurunkan berat badan. "Namun, sampai sekarang, belum ada yang menemukan cara yang dapat diterima untuk merangsang aktivitasnya pada manusia," kata Symond dalam rilis media.
"Ini adalah studi pertama pada manusia yang menunjukkan bahwa sesuatu seperti secangkir kopi dapat memiliki efek langsung pada fungsi lemak coklat kita. Implikasi potensial dari hasil kami cukup besar, karena obesitas merupakan masalah kesehatan utama bagi masyarakat dan kami juga memiliki epidemi diabetes yang berkembang dan lemak coklat berpotensi menjadi bagian dari solusi dalam mengatasinya."
Tim peneliti kemudian memulai dengan serangkaian studi sel induk untuk melihat apakah kafein akan merangsang lemak coklat. Setelah mereka menemukan dosis yang tepat, mereka mencobanya pada manusia untuk melihat apakah hasilnya sama.
Baca Juga: Mengapa Seseorang Tidak Menyukai Kopi? Ternyata Karena Faktor Genetik
Baca Juga: Semua Jenis Kopi dapat Melindungi dari Infeksi Hepatitis Akut
Baca Juga: Catatan Penting dari Seorang Overdosis Kafein Setara 200 Cangkir Kopi
Baca Juga: Preangerstelsel: Saat Kopi jadi Kekuatan Ekonomi di Hindia-Belanda
Tim menggunakan teknik pencitraan termal, yang sebelumnya mereka rintis, untuk melacak cadangan lemak coklat tubuh. Teknik non-invasif membantu tim menemukan lemak coklat dan menilai kapasitasnya untuk menghasilkan panas.
Menurut peneliti, hasilnya positif dan mereka sekarang perlu memastikan bahwa kafein sebagai salah satu bahan dalam kopi bertindak sebagai stimulus atau jika ada komponen lain yang membantu aktivasi lemak coklat. Mereka juga saat ini sedang mencari suplemen kafein untuk menguji apakah efeknya mirip.
Setelah kami mengkonfirmasi komponen mana yang bertanggung jawab untuk itu, komponen ini berpotensi digunakan sebagai bagian dari manajemen berat badan atau sebagai bagian dari program pengaturan glukosa untuk membantu mencegah diabetes.
Source | : | Scientific Reports,University of Nottingham |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR