Nationalgeographic.co.id—Tim penyelam profesional melaporkan telah menemukan bangkai kapal Gloucester yang tenggelam pada 6 Mei 1682 saat membawa James Stuart, duke of York di lepas pantai Norfolk, Inggris. Bangkai kapal ini sebenarnya ditemukan pada tahun 2007, tapi baru bisa dikonfirmasi belum lama ini.
Deskripsi lengkap penemuan ini telah dipublikasikan di The English Historical Review dengan judul "The Last Voyage of the Gloucester (1682): The Politics of a Royal Shipwreck" yang merupakan jurnal akses terbuka.
Untuk diketahui, kapal fregat kelas tiga H.M.S. Gloucester ditugaskan pada 1652, dibangun di Limehouse di London, dan diluncurkan pada 1654. Pada tahun 1682, kapal perang ini dipilih untuk membawa James Stuart, duke of York ke Edinburgh untuk menjemput istrinya yang sedang hamil besar dan keluarga mereka.
Tujuannya adalah untuk membawa mereka kembali ke istana Raja Charles II di London pada waktunya, diharapkan, untuk kelahiran pewaris laki-laki yang sah.
Gloucester telah berlayar dari Portsmouth dengan sang duke dan rombongannya bergabung dari Margate, setelah melakukan perjalanan dengan kapal pesiar dari London. Kapal itu membawa sejumlah pejabat Inggris dan Skotlandia terkemuka termasuk John Churchill, yang kemudian menjadi duke pertama Marlborough.
Pada tanggal 6 Mei 1682, Gloucester menabrak gundukan pasir beberapa jam setelah pertengkaran yang berkepanjangan antara James Stuart, pilot dan beberapa perwira angkatan laut mengenai jalur yang akan diambil. Duke meninggalkan kapal sesaat sebelum kapal tenggelam, pindah ke kapal pendamping untuk menyelesaikan pelayarannya, tetapi ratusan penumpang dan awak tewas.
Setelah tenggelam lebih dari 340 tahun, situs bangkai kapal pertama kali ditemukan pada tahun 2007 oleh saudara Julian dan Lincoln Barnwell, pencetak dan penyelam berlisensi yang berbasis di Norfolk, mendiang ayah mereka Michaeldan teman mereka James Little, mantan awak kapal selam dan penyelam Angkatan Laut Kerajaan.
Lonceng kapal, yang diproduksi pada tahun 1681, kemudian ditemukan kembali, dan pada tahun 2012 digunakan oleh Receiver of Wreck and Ministry of Defence untuk mengidentifikasi kapal secara pasti.
Karena waktu yang dibutuhkan untuk mengkonfirmasi identitas kapal dan kebutuhan untuk melindungi situs 'berisiko', yang terletak di perairan internasional, baru sekarang penemuannya dapat dipublikasikan.
Profesor Claire Jowitt penulis utama mengatakan, karena keadaan tenggelamnya, temuan ini dapat diklaim sebagai satu-satunya penemuan maritim bersejarah paling signifikan sejak kebangkitan Mary Rose pada tahun 1982. Profesor Claire Jowitt adalah peneliti di University of East Anglia, pakar terkemuka dunia dalam sejarah budaya maritim.
"Penemuan ini menjanjikan untuk secara mendasar mengubah pemahaman tentang sejarah sosial, maritim dan politik abad ke-17," kata Profesor seperti dilansir Sci-News.
Baca Juga: Cara Ahli Mengetahui Keberadaan Kapal Karam, Siapa Pemiliknya?
Baca Juga: Arkeolog Menemukan Galangan Kapal Zaman Viking yang Unik di Birka
Baca Juga: Selidik Tiga Juta Bangkai Kapal Karam di Dasar Laut di Seluruh Dunia
Baca Juga: Selidik Tiga Juta Bangkai Kapal Karam di Dasar Laut di Seluruh Dunia
Artefak yang diselamatkan dan dilestarikan termasuk pakaian dan sepatu, navigasi dan peralatan angkatan laut profesional lainnya, barang-barang pribadi, dan banyak botol anggur. Salah satu botol memiliki segel kaca dengan lambang keluarga Legge -nenek moyang George Washington, Presiden AS pertama. Lambang itu adalah cikal bakal bendera Stars and Stripes.
Uniknya, selain itu ada juga beberapa botol yang belum dibuka, dengan anggur masih di dalamnya, menawarkan peluang menarik untuk penelitian di masa depan. "Ini adalah contoh luar biasa dari warisan budaya bawah laut yang penting secara nasional dan internasional," kata Profesor Jowitt.
Menurutnya, tragedi dengan proporsi yang cukup besar dalam hal ini adalah hilangnya nyawa, baik yang orang-orang penting maupun orang biasa. Kisah lengkap perjalanan terakhir Gloucester dan dampak setelahnya perlu diceritakan kembali, termasuk kepentingan budaya dan politiknya serta warisannya.
"Kami juga akan mencoba untuk menetapkan siapa lagi yang meninggal dan menceritakan kisah mereka, karena identitas sebagian kecil dari korban saat ini diketahui," kata Jowitt.
Source | : | University of East Anglia,The English Historical Review |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR