Nationalgeographic.co.id—Air adalah sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, cara yang efisien untuk bersama-sama mengelola dan mengoptimalkan cadangan air sangat penting untuk masa kini dan masa depan kita.
Tetapi bagaimana sebuah sistem yang seimbang dapat dibangun? Untuk menentukan parameter-parameter yang relevan, tim ilmuwan internasional, termasuk Stefan Thurner dari Complexity Science Hub Vienna (CSH), meneliti praktik irigasi padi berusia seabad di Bali.
Menurut hasil penelitian mereka yang telah terbit di jurnal Physical Review Letters, keseimbangan saat ini yang teratur selama seribu tahun terakhir itu, mungkin didorong oleh jadwal penanaman para petani yang saling bertentangan.
Selama berabad-abad, para petani padi Bali harus menghadapi dua kendala. Di satu sisi, air untuk mengairi sawah adalah sumber daya yang terbatas.
"Secara intuitif, orang akan berpikir bahwa banjir yang tidak sinkron akan mengarah pada distribusi air yang lebih adil di antara para petani," jelas Thurner, Presiden CSH.
Namun, ada juga kebutuhan untuk mengendalikan hama padi seperti serangga yang dapat dengan mudah berpindah dari sawah ke sawah. Para petani belajar dari pengalaman bahwa pengendalian hama membutuhkan penggenangan yang sinkron dari sawah tetangga.
Kedua kendala ini memiliki efek yang berlawanan. "Semakin besar area pertanian yang mengikuti jadwal irigasi yang sama, semakin banyak tekanan air yang muncul dari siklus irigasi yang disinkronkan," tulis para peneliti dalam laporan studi tersebut.
Untuk menemukan pola dalam jadwal pertanian yang sinkron dan tidak sinkron, para ilmuwan menganalisis citra satelit dari beberapa daerah penanaman padi di Bali dari tahun 2002 hingga 2015. Mereka mengklasifikasikan mana dari empat karakteristik pola tanam –pertumbuhan, panen, banjir, atau drainase– terjadi kapan dan di mana. Sekarang mereka mengembangkan cara untuk menghubungkan pola-pola ini dengan keseimbangan tekanan dalam pertanian Bali.
"Kami menyajikan formula yang menjelaskan bagaimana keseimbangan antara tekanan air dan tekanan hama diwujudkan dan bagaimana sistem akhirnya mencapai keseimbangan," kata Thurner. "Jika tekanan-tekanan itu dikelola secara berbeda, daerah-daerah penanaman padi itu akan terlihat sangat berbeda dari apa yang kita amati dalam kenyataan."
Menurut ilmuwan kompleksitas itu, "ini adalah keseimbangan yang sangat tajam antara keadaan-keadaan yang berbeda dan dapat berujung pada titik kritis atau titik transisi fase, seperti yang disebut oleh para fisikawan."
Seberapa cepat keseimbangan yang tampaknya abadi dapat lepas kendali menjadi nyata pada tahun 1970-an. Apa yang disebut Revolusi Hijau membuat petani menggunakan pestisida dan mengolah sawah mereka tanpa sistem sinkronisasi tradisional mereka.
Source | : | eurekalert.org |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR