Nationalgeographic.co.id—Pelabuhan Batavia merupakan titik inti dari jaringan perdagangan maritim bagian barat kepulauan Nusantara, sementara bagian timur diwakili oleh pelabuhan besar Makassar dan Surabaya.
Mulya Lillyana menulis dalam jurnal Mozaik: Kajian Sejarah berjudul Kebijakan Maritim di Hindia Belanda: Langkah komersil pemerintah kolonial yang terbit pada 2014. Ia menyebut "ketika pemerintah kolonial, yang juga berkedudukan di Batavia mengubah fokus maritim menjadi agraris, geografis kepulauan mulai dibagi dua: Jawa dan Madura."
"Pembagian ini berakibat pada terlantarnya pulau-pulau luar dan menjadi sebab munculnya jaringan perdagangan baru yaitu Outer Islands-SingapuraEropa, tanpa melewati Batavia," imbuhnya.
Singapura, yang disebutkan di atas, merupakan pelabuhan baru kreasi Thomas Stamford Raffles yang menguasai koloni Inggris di semenanjung Malaya.
Berbeda dengan Belanda, Inggris lebih dahulu menerapkan liberalisasi untuk mewujudkan free trade yang berdampak pada perkembangan pesat dalam bidang shipping atau perkapalan.
Menurut Mulya, persaingan yang dimenangkan Inggris dalam kemaritiman ini membuat Belanda bersedia meliberalisasi sistem maritim di Hindia Belanda. Namun, pada akhirnya kebijakan Belanda ini disebut sebagai "liberalisasi setengah hati" sebab free trade ala Belanda tidak sepenuhnya bebas.
Belanda hanya membebaskan pelabuhan Batavia sebagai pelabuhan internasional. Selain itu, Belanda masih menarik tarif bea cukai berbeda berdasarkan pelabuhan dan jenis shipping (asing dan lokal).
Kebijakan yang merupakan satu rangkaian aturan maritim adalah penetapan paspor kapal (ship’s passport). Dasar penetapan paspor kapal adalah tempat di mana kapal dibat.
Dalam hal ini, kapal lokal (dapat dibangun di Hindia Belanda maupun Belanda) mendapatkan ijin berlayar tahunan, sementara kapal buatan asing, di luar dua daerah tersebut, harus senantiasa memperbaharui paspor kapalnya.
Sudah sepatutnya, seluruh kapal yang tidak diproduksi pemerintah kolonial harus melapor dan mendaftarkan kapalnya agar tidak dicurigai atau diperiksa paksa oleh petugas.
Baca Juga: Kapal-Kapal Kesultanan Banten yang Canggih dari Kesaksian VOC
Baca Juga: Bangkai Kapal 'Pesta' Kerajaan Inggris Berusia 340 Tahun Ditemukan
Baca Juga: Cara Ahli Mengetahui Keberadaan Kapal Karam, Siapa Pemiliknya?
Baca Juga: Selidik Tiga Juta Bangkai Kapal Karam di Dasar Laut di Seluruh Dunia
Perihal paspor kapal ini membuat kapal-kapal produk asing masuk ke dalam pengawasan pemerintah kolonial, tak terkecuali juga kapal-kapal buatan pribumi. Setiap armada kapal yang berlayar di lautan Hindia Belanda, akan dilakukan pemeriksaan dengan ketat.
Wilayah perairan yang dijaga sangat ketat, membuat kapal-kapal patroli Hindia Belanda selalu siap melayar dan mengejar kapal-kapal asing yang mencurigakan.
Seperti halnya kapal-kapal pribumi yang dicurigai, maka akan dikepung dan diselidiki oleh petugas kelautan Hindia Belanda. Apabila ketahuan melanggar, maka akan dikenakan sanksi. Seburuk-buruknya adalah penenggelaman kapal!
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | jurnal Mozaik: Kajian Sejarah |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR