Sebenarnya warna langit di siang hari itu ungu. Tapi gelombang warna ungu bergerak lebih jauh dibandingkan gelombang warna biru, maka cahaya yang sampai ke mata kita adalah warna biru.
Jadi, jika mata kita lebih sensitif, maka saat siang hari kita akan melihat bahwa sebenarnya warna langit itu ungu dan bukan biru.
Hanya saja, karena warna biru terhambur lebih banyak di siang hari karena gelombang cahaya biru lebih dekat dibandingkan ungu, maka warna birulah yang kita lihat.
Namun, saat matahari terbenam, cahaya menempuh jalur yang jauh lebih lama melalui atmosfer ke mata Anda daripada saat siang hari, saat matahari tepat di atas kepala.
Dan itu cukup untuk membuat perbedaan besar sejauh menyangkut mata manusia kita. Ini berarti bahwa sebagian besar warna biru telah menyebar jauh sebelum cahaya mencapai kita.
Birunya bisa berada di suatu tempat di Pantai Barat, meninggalkan jumlah oranye dan merah yang tidak proporsional saat seberkas cahaya itu mengenai Pantai Timur, dan cahaya inilah yang sampai di mata kita.
Cahaya biru saat di tempat kita senja terhambur di daerah yang lebih barat, sedangkan di bagian lebih timur akan terlihat orange atau kemerahan. Kalau makin timur, ya sudah malam dong.
"Jadi sinar matahari yang sama mengenai orang-orang di Pegunungan Rocky dan Appalachian? Pada dasarnya, Timur mendapat sisa makanan Barat saat matahari terbenam?" Fiegl menjelaskan.
"Ya, saya pikir banyak orang tidak menyadarinya. Semuanya terhubung. Dan sebagai manusia, kita suka berpikir bahwa warna itu konkret: "Oh, itu langit biru," atau "Itu meja cokelat." Tetapi warna yang Anda lihat bergantung pada jalur cahaya sebelum sampai ke Anda."
Mata kita sensitif terhadap bagian yang sangat kecil dari spektrum panjang gelombang matahari, dan itu bertanggung jawab atas cara kita melihat lingkungan kita. Makhluk lain tampaknya dapat melihat daerah spektrum ultraviolet. Kita hanya bisa melihat sebagian kecil dari apa yang terjadi.
Jadi kupu-kupu atau rusa kutub, yang dapat melihat sinar ultraviolet, mungkin melihat matahari terbenam yang berbeda, mungkin lebih berwarna daripada kita yang dapat kita lihat.
Megathrust Bisa Meledak Kapan Saja, Tas Ini Bisa Jadi Penentu Hidup dan Mati Anda
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR