Meski sudah memesan tiket pulang yang tidak murah, jamaah haji tetap harus membayar senilai 37 ringgit jika tetap bertekad akan pulang. Herklots tak segan untuk tidak memulangkan, apabila jamaah tidak membayar sejumlah biaya yang diminta.
Setelah membayar sejumlah biaya perjalanan dari Mekah ke Jeddah, calon penumpang belum tentu pulang di hari itu juga. Kapal api carteran Herklots tidak dapat menampung banyak jamaah.
Baca Juga: Perjalanan Haji Mansa Musa: Manusia Paling Kaya Sepanjang Sejarah
Baca Juga: Demi Status Sosial di Masa Kolonial, Perjalanan Haji Beresiko Ditempuh
Baca Juga: Kekecewaan Terhadap Pemerintah Kolonial Buat Jamaah Haji Enggan Pulang
Baca Juga: Pemahaman Unik Memaknai Ibadah Haji Pedagang Muslim di Yogyakarta
Setidaknya ada 2.000 jamaah lain yang harus menunggu lagi kapal api carteran Herklots berikutnya. Hal itu tentunya membuat para jamaah sangat dirugikan. "Mereka harus berkemah di bawah langit terbuka," lanjut Siti.
Akhirnya datanglah kapal lain yang dicarter Herklots, kapal Samoa. Meski mampu menampung jamaah dalam jumlah besar—4.507 ton, kapal ini tidak menjamin kesehatan dan keamanan. Terbukti, mereka tetap berjubel sesak dengan ventilasi yang kurang memadai.
Atas laporan kekecewaan penumpangnya, Herklots dibawa oleh konsulat Belanda di Jeddah. Ia kemudian dibawa ke meja hijau di Batavia. Namun saat persidangan, Herklots dianggap tidak bersalah. Dewan Justisi Batavia akhirnya melepaskannya dalam pengawasan.
Meski berupaya bangkit lagi untuk membangun kembali usahanya, Herklots tetap gagal mendapat kepercayaan para jamaah. Hal ini membuatnya berhenti untuk berbisnis dalam sektor keberangkatan haji.
Source | : | Repository UIN Jakarta |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR