Nationalgeographic.co.id - Benteng gunung Rabana-Merquly di Kurdistan Irak modern adalah salah satu pusat regional utama Kekaisaran Parthia. Benteng ini membentang di sebagian Iran dan Mesopotamia sekitar 2.000 tahun yang lalu. Ini adalah kesimpulan yang dicapai oleh tim arkeolog yang dipimpin oleh Dr. Michael Brown, seorang peneliti di Institut Prasejarah, Protosejarah, dan Arkeologi Timur Dekat Universitas Heidelberg.
Hasil investigasi Heidelberg sendiri telah diterbitkan dalam jurnal Antiquity pada 20 Juli dengan judul "Rabana-Merquly: a fortress in the kingdom of Adiabene in the Zagros Mountains."
Brown bersama dengan rekan-rekannya di Irak, mempelajari sisa-sisa benteng. Pekerjaan mereka memberikan wawasan penting ke dalam struktur pemukiman dan sejarah Parthia, yang secara mengejutkan hanya ada sedikit pengetahuan. Meskipun catatan sejarah mencatat mereka sebagai kekuatan yang besar. Namun lebih jauh lagi, Rabana-Merquly mungkin adalah kota Natounia yang hilang.
Terletak di sisi barat daya Gunung Piramagrun di Pegunungan Zagros, benteng batu Rabana-Merquly tidak hanya terdiri dari benteng sepanjang hampir empat kilometer. Akan tetapi juga dua pemukiman kecil yang dinamai demikian. Karena posisinya yang tinggi di gunung, pemetaan situs hanya dapat dilakukan dengan bantuan drone.
Dalam kerangka beberapa kampanye penggalian yang dilakukan dari tahun 2009 dan yang terbaru antara 2019 dan 2022, tim peneliti internasional dapat mempelajari sisa-sisa arkeologi di situs itu. Struktur yang bertahan hingga hari ini menunjukkan penggunaan militer dan termasuk sisa-sisa beberapa bangunan persegi panjang yang mungkin berfungsi sebagai barak. Para peneliti juga menemukan sebuah kompleks keagamaan yang mungkin didedikasikan untuk dewi Zoroaster Iran, Anahita.
Relief batu di pintu masuk benteng memiliki arti yang khusus. Bersama dengan lokasi geografis benteng di daerah tangkapan Sungai Zab Bawah, yang dikenal pada zaman kuno dengan nama Yunani Kapros.
Para peneliti menduga bahwa Rabana-Merquly mungkin adalah kota Natounia yang hilang. Hingga saat ini, keberadaan kota kerajaan yang dikenal sebagai Natounia di Kapros, atau alternatifnya sebagai Natounissarokerta hanya didokumentasikan pada beberapa koin yang berasal dari abad pertama SM.
Baca Juga: Mengintip Tablet Tanah Liat Berumur 4.500 Tahun Asal Periode Elam
Baca Juga: Kota Kuno Kekaisaran Mittani Muncul Kembali di Sungai Tigris di Irak
Baca Juga: Penemuan Kota Kuno Berumur 4.800 Tahun di Irak, Kota Mardaman
Menurut salah satu interpretasi ilmiah, nama tempat Natounissarokerta terdiri dari nama kerajaan Natounissar, pendiri dinasti kerajaan Adiabene, dan kata Parthia untuk parit atau benteng. "Deskripsi ini bisa berlaku untuk Rabana-Merquly," kata Dr. Brown.
Menurut arkeolog Heidelberg, relief dinding di pintu masuk benteng bisa menggambarkan pendiri kota, baik Natounissar atau keturunan langsung. Peneliti menjelaskan bahwa relief tersebut menyerupai rupa seorang raja yang ditemukan sekitar 230 kilometer jauhnya di Hatra, sebuah lokasi yang kaya akan temuan dari era Parthia.
Benteng gunung Rabana-Merquly sendiri terletak di perbatasan timur Adiabene, yang diperintah oleh raja-raja dari dinasti lokal yang bergantung pada Parthia. Mungkin telah digunakan, antara lain, untuk melakukan perdagangan dengan suku-suku pastoral di negara belakang, menjaga hubungan diplomatik, atau melakukan tekanan militer.
"Upaya besar yang harus dilakukan untuk merencanakan, membangun, dan memelihara benteng sebesar ini menunjukkan kegiatan pemerintah," tutur Brown.
Penelitian saat ini di Rabana-Merquly didanai oleh German Research Foundation sebagai bagian dari program prioritas 2176, "Dataran Tinggi Iran: Ketahanan dan Integrasi Masyarakat Pramodern." Tujuan dari proyek penelitian ini adalah untuk menyelidiki pemukiman dan masyarakat Parthia di dataran tinggi Zagros di kedua sisi perbatasan Iran-Irak.
Selama penggalian terakhir di Rabana-Merquly, Brown bekerja sama dengan rekan-rekan dari Direktorat Purbakala di Sulaymaniyah, sebuah kota di wilayah otonomi Kurdistan Irak.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR