Sebuah penelitian pada tahun 2020 menyimpulkan bahwa terjaga di malam hari adalah faktor risiko bunuh diri, "mungkin melalui ketidakselarasan ritme sirkadian."
Baca Juga: Bayar 'Hutang' Tidur Selama Liburan, Ini yang Bisa Anda Lakukan
Baca Juga: Efek Begadang Sama dengan Makan Tak Sehat 6 Bulan
Baca Juga: Hati-hati, Kebiasaan Begadang Bisa Memperpendek Umur
"Bunuh diri, yang sebelumnya tidak dapat dipahami, muncul sebagai pelarian dari kesepian dan rasa sakit, dan sebelum kerugian bunuh diri dipertimbanhkan, mahasiswa itu telah memperoleh cara dan siap untuk bertindak pada saat tidak ada orang yang bangun untuk menghentikannya," jelas para peneliti dengan hipotesis 'Mind After Midnight' tersebut.
Zat-zat terlarang atau berbahaya juga lebih banyak dikonsumsi oleh orang-orang pada malam hari. Pada tahun 2020, penelitian di pusat konsumsi obat yang diawasi di Brasil mengungkapkan risiko overdosis opioid 4,7 kali lipat lebih besar di malam hari.
Beberapa dari perilaku ini dapat dijelaskan oleh kurangnya tidur atau penutup yang ditawarkan kegelapan. Namun, mungkin ada perubahan neurologis malam hari yang berperan juga.
Para peneliti seperti Klerman dan rekan-rekannya berpikir kita perlu menyelidiki faktor-faktor ini lebih lanjut untuk memastikan kita melindungi mereka yang paling berisiko dari terjaga di malam hari.
Sampai saat ini, para peneliti mengatakan tidak ada penelitian yang meneliti bagaimana kurang tidur dan waktu sirkadian berdampak pada jalan pikiran seseorang. Dengan demikian, kita masih tidak benar-benar tahu bagaimana pekerja shift, seperti pilot atau dokter, mengatasi rutinitas tidur mereka yang tidak biasa.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR