Nationalgeographic.co.id - Eksperimen kucing Schrodinger yang dirancang pada tahun 1935 dan terkenal hingga saat ini telah memunculkan paradoks. Sudah sejak lama paradoks ini menjadi perdebatan dan pembahasan panjang di kalangan ilmuwan dan fisikawan.
Sebuah penelitian dari Yale University mencoba menemukan cara menyelamatkan kucing Schrodinger. Hasil analisis mereka telah dipublikasikan di jurnal paling bergengsi Nature dengan judul "To catch and reverse a quantum jump mid-flight."
Untuk diketahui, eksperimen kucing Schrodinger jika diilustrasikan, menggambarkan keadaan seekor kucing yang dimasukan ke dalam kotak dengan racun di dalamnya yang jika pecah maka akan membunuh kucing tersebut.
Pecahnya botol racun tersebut dapat dipicu karena meluruhnya radiasi di sekitarnya yang memiliki kemungkinan dapat meluruh atau tidak meluruh.
Sampai ada seseorang yang melihat kondisi kucing tersebut, maka tidak dapat dipastikan apakah kucing itu hidup atau tidak.
Hal itu karena tidak ada yang tahu apakah radiasi itu meluruh dan menyebabkan botol racun pecah atau tidak meluruh. Masalahnya adalah, radiasi itu sensitif dan membuat orang lain tidak bisa mendekati kota kucing itu.
Eksperimen pikiran itu sebenarnya mengkritisi teori dalam dunia mekanika kuantum yang mempelajari zat dengan ukuran yang sangat kecil, jauh lebih kecil dari atom.
Dalam teori itu, bahwa zat yang sangat kecil di dalam dunia kuantum, sampai ada yang mengamatinya tidak memiliki keadaan, tidak bergerak, tidak diam, tidak di atas atau di bawah. Pokoknya tidak memiliki keadaan.
Tapi menurut fisikawan Austria, Erwin Schrodinger, teori itu salah. Yang benar adalah bahwa sampai kondisi itu diamati, tidak ada yang tahu pasti kondisinya. Schrodinger adalah perancang eksperimen kucing Schrodinger.
Bisa jadi ia di atas, bisa jadi ia bergerak atau tidak bergerak. Sama seperti keadaan kucing dalam eksperimen pikirannya, bisa jadi kucing itu hidup atau kucing itu mati.
Dalam eksperimen yang dirancang pada tahun 1935 itu, kucing Schrodinger dianggap mati dan hidup dalam waktu yang bersamaan. Eksperimen pikiran itulah yang yang sejak beberapa abad yang lalu telah menginspirasi banyak ilmuwan fisika untuk memikirkannya.
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Source | : | Nature,Yale University |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR