Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah mengonfirmasi bahwa tahun lalu, untuk pertama kalinya di laboratorium, mereka mencapai reaksi fusi yang berkelanjutan. Reaksi tersebut berlangsung dengan sendirinya (alih-alih menghilang).
Temuan tersebut membawa kita lebih dekat untuk mereplikasi reaksi kimia yang menjadi sumber energi Matahari. Namun, mereka tidak yakin bagaimana membuat ulang eksperimen tersebut.
Laporan penelitian mereka telah diterbitkan di Physical Review Letters dengan judul "Lawson Criterion for Ignition Exceeded in an Inertial Fusion Experiment."
Seperti diketahui, fusi nuklir terjadi ketika dua atom bergabung untuk membuat atom yang lebih berat, melepaskan ledakan energi yang sangat besar dalam prosesnya.
Ini adalah proses yang sering ditemukan di alam, tetapi sangat sulit untuk ditiru di laboratorium. Itu karena membutuhkan lingkungan berenergi tinggi untuk menjaga agar reaksi tetap berjalan.
Matahari menghasilkan energi menggunakan fusi nuklir dengan menghancurkan atom hidrogen bersama-sama untuk menciptakan helium.
Supernova, matahari yang meledak, juga memanfaatkan fusi nuklir untuk pertunjukan kembang api kosmik tersebut. Kekuatan reaksi inilah yang menciptakan molekul yang lebih berat seperti besi.
Namun, dalam reaksi fusi buatan di Bumi, panas dan energi cenderung keluar melalui mekanisme pendinginan seperti radiasi sinar-x dan konduksi panas.
Untuk membuat fusi nuklir menjadi sumber energi yang layak bagi manusia, para ilmuwan pertama-tama harus mencapai sesuatu yang disebut 'pembakaran', di mana mekanisme pemanasan sendiri menyebabkan kehilangan energi. Setelah pengapian tercapai, reaksi fusi menjadi kekuatannya sendiri.
Pada tahun 1955, fisikawan John Lawson menciptakan seperangkat kriteria, yang sekarang dikenal sebagai 'kriteria pembakaran seperti Lawson', untuk membantu mengenali kapan pembakaran ini terjadi.
Pembakaran reaksi nuklir biasanya terjadi di dalam lingkungan yang sangat intens, seperti supernova, atau senjata nuklir.
Source | : | New Scientist,Physical Review Letters |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR