Plinius yang Tua menghubungkan penemuan augury dengan raja Yunani mitologis. Namun sejarawan mencatat bahwa orang Mesir kuno juga memiliki praktik serupa.
Augury dilakukan oleh pendeta spesialis yang disebut "augurs." Perilaku burung mencerminkan kehendak para dewa yang dimanifestasikan di alam. Sehingga kehendak para dewa dapat ditentukan dengan hati-hati mengamati perilaku burung, menurut Plinius.
Menurut sejarawan Romawi Plutarch, Romulus - pendiri legendaris Roma - dan Remus menentukan lokasi kota Roma dengan mengamati penerbangan burung. Remus melihat enam burung nasar, tetapi Romulus melihat 12. Jadi kota itu dibangun di tempat yang diinginkan Romulus, di sekitar Bukit Palatine.
Augury diintegrasikan ke dalam agama resmi Romawi pagan. Saat terjadi krisis dan perang nasional, para imam pun mencari jawaban lewat burung-burung itu.
Para pendeta Romawi memelihara sekawanan ayam suci. Waktu pemberian makannya konon menjadi petunjuk atas keinginan dewa. Jika ayam suci memakannya sungguh-sungguh sambil menghentakkan kaki, maka ramalan itu menguntungkan. Tapi jika mereka menolak untuk memakannya, pertanda buruk. Sejarah mencatat bahwa jika ramalan positif dicari, ayam suci mungkin tidak diberi makan untuk sementara waktu.
Ramalan juga dilakukan dengan cara lain, seperti haruspicy. Ini adalah ramalah dengan memeriksa isi perut binatang. “Cara ini dipercaya lebih akurat,” imbuh Meltcafe.
Orang Romawi kuno menghubungkan haruspicy dengan orang Etruria, yang tinggal di barat laut Italia selama berabad-abad. Namun sejarawan mencatat bahwa orang Babilonia kuno dan lainnya juga memiliki praktik serupa.
Organ internal hewan yang dikurbankan untuk para dewa bisa menjadi media untuk pesan mereka. Hati hewan kurban adalah organ yang paling penting karena dianggap sebagai tempat jiwa.
Setiap organ dinilai untuk kondisi umumnya, seperti "mengilap dan penuh" atau "kasar dan menyusut". Jika hati memiliki benjolan, maka ramalannya menguntungkan.
Larangan melanggar batas kota formal “pomerium”
Romawi kuno memiliki batas kota formal, dibatasi oleh sebidang tanah yang disebut "pomerium". Tidak ada yang diizinkan membangun di area ini, yang ditandai dengan batu suci yang disebut "cippi”. Seiring dengan perkembangan kota, pomerium pun bertambah besar dan cippi baru pun ditambahkan.
Melanggar pomerium dianggap sebagai pelanggaran serius bagi para dewa. Tidak ada senjata yang diizinkan di sana.
Source | : | livescience |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR