Beberapa orang akan berargumen bahwa yang dibutuhkan orang-orang ini adalah ceramah yang baik tentang bahaya perilaku berisiko, tetapi Holman mengatakan bahwa berbicara tidak akan membuat hubungan menjadi hilang. Ini justru sebaliknya.
Baca Juga: Khurramisme: Pergerakan Keagamaan Abad Pertengahan di Timur Tengah
Baca Juga: Ilmuwan Mengungkap Hubungan Gen, Penggunaan Narkoba, dan Seks Bebas
Baca Juga: Bertransaksi di Rumah Bordil, Orang Romawi Gunakan Koin Khusus
Penelitiannya mengungkapkan bahwa semakin banyak orang membicarakannya, semakin dapat diterima perilaku tersebut. Siswa yang mendiskusikannya dengan teman mereka, terutama teman dekat, jauh lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku yang sama.
"Ada persepsi bahwa karena mereka membicarakannya, semua orang melakukannya," katanya. Tetapi hampir setengah dari peserta dalam studinya tidak melakukan satu hubungan pun sepanjang tahun, jadi tidak semua orang melakukannya.
Budaya hookup dan kesehatan mental
Riwayat individu perilaku hookup telah dikaitkan dengan berbagai faktor kesehatan mental. Dikutip Psychology Today, dalam sebuah penelitian terhadap 394 orang dewasa muda yang diikuti selama satu semester universitas, mereka yang memiliki gejala lebih depresi dan perasaan kesepian, lebih besar terlibat dalam hubungan seks penetratif dan melaporkan adanya pengurangan gejala depresi dan perasaan kesepian.
Pada saat yang sama, peserta yang melaporkan lebih sedikit gejala depresi dan lebih sedikit perasaan kesepian terlibat dalam hubungan seks penetrasi kemudian melaporkan adanya peningkatan gejala depresi dan perasaan kesepian.
Dalam studi lain, di antara 291 individu berpengalaman secara seksual, orang yang paling menyesal setelah berhubungan seks tanpa komitmen juga memiliki lebih banyak gejala depresi daripada mereka yang tidak menyesal.
Source | : | psycology today |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR