Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah mengidentifikasi spesies baru berang-berang yang telah lama punah di Ethiopia yang seukuran singa modern. Beratnya diperkirakan 200 kilogram, atau 440 pon, ini adalah berang-berang terbesar yang pernah dideskripsikan.
Para ahli paleontologi mendeskripsikan spesies baru ini termasuk genus berang-berang Enhydriodon yang telah punah. Mereka mendeskripsikan dari fosil gigi dan tulang yang ditemukan di Lembah Omo Bawah di Ethiopia.
Berang-berang ini mungkin bersaing mendapatkan makanan dengan nenek moyang kita, australopithecus yang jauh lebih kecil ketika hidup bersama mereka 3,5 juta hingga 2,5 juta tahun yang lalu. Deskripsi lengkap temuan tersebut telah diterbitkan di jurnal ilmiah Prancis, Comptes Rendus Palevol.
Makalah tersebut bisa diperoleh secara daring dengan judul "Lutrinae Bonaparte, 1838 (Carnivora, Mustelidae) from the Plio-Pleistocene of the Lower Omo Valley, southwestern Ethiopia: systematics and new insights into the paleoecology and paleobiogeography of the Turkana otters."
Beberapa spesies berang-berang raksasa diketahui telah menghuni Eurasia dan Afrika selama zaman Miosen, antara 6 dan 2 juta tahun yang lalu.
Di antaranya, genus Enhydriodon yang telah punah adalah yang paling dikenal karena sisa-sisanya. Meskipun terpisah-pisah, telah ditemukan di banyak tempat, terutama di Afrika bagian timur.
Spesies yang baru dideskripsikan ini memiliki berat sekitar 200 kg atau 440 pon, menjadikannya berang-berang terbesar yang pernah dideskripsikan. Ukurannya sekira singa modern, jauh lebih besar dari berang-berang modern yang diketahui saat ini.
Fosil-fosil itu ditemukan oleh beberapa tim ekskavasi internasional selama bertahun-tahun. Penulis studi baru, yang dipimpin oleh Camille Grohé dari University of Poitiers, mendasarkan perkiraan massa tubuh mereka pada dimensi gigi dan tulang paha hewan.
Sisa-sisa fosilnya, gigi dan tulang paha ditemukan di formasi Shungara dan Usno di Lembah Omo Bawah di barat daya Ethiopia.
"Hal yang aneh, selain ukurannya yang besar, adalah bahwa isotop di giginya menunjukkan bahwa itu bukan perairan, seperti semua berang-berang modern," kata Kevin Uno, ahli geokimia dari Lamont-Doherty Earth Observatory di Columbia University.
"Kami menemukan bahwa ia memiliki pola makan hewan darat, juga berbeda dari berang-berang modern."
Source | : | Sci-News,Comptes Rendus Palevol |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR