Dalam studi tersebut, Otaiku memeriksa data dari tiga kohort berbasis komunitas di Amerika Serikat. Ini termasuk lebih dari 600 pria dan wanita dewasa berusia antara 35 dan 64 tahun; dan 2.600 orang dewasa berusia 79 tahun ke atas.
Baca Juga: Ponsel Bikin Orang Malas dan Pelupa? Temuan Baru Justru Sebaliknya
Baca Juga: Hasil Studi: Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) Mampu Deteksi Demensia
Baca Juga: Hindari Demensia di Usia Muda, Lakukan Kebiasaan Berikut Ini
Semua peserta bebas demensia pada awal penelitian dan ditindaklanjuti selama rata-rata sembilan tahun untuk kelompok yang lebih muda dan lima tahun untuk peserta yang lebih tua.
Studi ini mulai mengumpulkan data antara tahun 2002 dan 2012. Peserta menyelesaikan berbagai kuesioner, termasuk Pittsburgh Sleep Quality Index, yang mencakup pertanyaan tentang seberapa sering individu mengalami mimpi buruk.
Data ini dianalisis menggunakan perangkat lunak statistik untuk mengetahui apakah peserta dengan frekuensi mimpi buruk yang lebih tinggi lebih mungkin mengalami penurunan kognitif dan didiagnosis menderita demensia.
Otaiku menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua atau paruh baya, yakni orang dewasa dengan rentang usia 35-64 tahun yang mengalami mimpi buruk setiap minggu dengan intensitas empat kali, lebih mungkin mengalami penurunan kognitif selama dekade berikutnya.
Sementara orang tua paruh baya dua kali lebih mungkin didiagnosis menderita demensia. Kemudian, menariknya, dia menemukan bahwa asosiasi itu jauh lebih kuat untuk pria daripada wanita.
Misalnya, pria yang lebih tua yang mengalami mimpi buruk setiap minggu lima kali lebih mungkin mengembangkan demensia daripada pria yang lebih tua yang tidak mengalami mimpi buruk. Namun, pada wanita, peningkatan risiko hanya 41 persen.
"Temuan ini dapat membantu mengidentifikasi individu yang berisiko demensia dan dapat memfasilitasi strategi pencegahan dini," kata Otaiku.
Source | : | Sci News,EClinicalMedicine |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR