Nationalgeographic.co.id—Nyamuk betina memang akan memburu manusia mana pun, akan tetapi beberapa dari kita akan lebih sering digigit daripada yang lainnya. Ini terdengar tidak adil, beberapa dari kita adalah "magnet" bagi nyamuk. Lantas mengapa sebagian orang sangat disukai nyamuk?
Penelitian baru dari Rockefeller University mencoba mengungkapkan hal tersebut. Jawabannya mungkin tersembunyi di kulit kita. Laporan penelitian mereka telah diterbitkan di jurnal Cell dengan judul "Differential mosquito attraction to humans is associated with skin-derived carboxylic acid levels."
Seperti diketahui, mustahil untuk bersembunyi dari nyamuk betina, mereka akan memburu setiap spesies manusia dengan melacak pernapasan kita, panas tubuh, dan bau badan. Akan tetapi, sebagian dari kita adalah "magnet nyamuk".
Golongan darah, kadar gula darah, mengonsumsi bawang putih atau pisang, seorang wanita, dan seorang anak adalah teori populer mengapa seseorang mungkin menjadi camilan yang disukai nyamuk.
"Namun untuk sebagian besar dari mereka, hanya ada sedikit data yang kredibel," kata Leslie Vosshall, kepala Laboratorium Neurogenetika dan Perilaku Rockefeller.
Inilah sebabnya mengapa Vosshall dan Maria Elena De Obaldia, mantan postdoc di labnya, mulai mengeksplorasi teori utama untuk menjelaskan berbagai daya tarik nyamuk, yaitu variasi bau individu yang terhubung dengan mikrobiota kulit.
Mereka baru-baru ini menunjukkan melalui penelitian bahwa asam lemak yang berasal dari kulit dapat membuat parfum memabukkan yang tidak dapat dilawan oleh nyamuk.
"Ada hubungan yang sangat, sangat kuat antara memiliki sejumlah besar asam lemak ini pada kulit Anda dan menjadi magnet nyamuk," kata Vosshall.
Vosshall adalah Profesor Robin Chemers Neustein di The Rockefeller University dan Chief Scientific Officer dari Howard Hughes Medical Institute.
Dalam studi tiga tahun mereka, delapan peserta diminta untuk mengenakan stoking nilon di lengan bawah mereka selama enam jam sehari. Mereka mengulangi proses ini selama beberapa hari.
Selama beberapa tahun berikutnya, para peneliti menguji nilon satu sama lain dalam semua kemungkinan. Mereka menggunakan uji yang terdiri dari ruang kaca plexiglass yang dibagi menjadi dua tabung, masing-masing berakhir di kotak yang berisi stocking.
Mereka menempatkan nyamuk Aedes aegypti, spesies—vektor utama Zika, demam berdarah, demam kuning, dan chikungunya—di ruang utama. Lalu, mereka mengamati serangga-serangga itu terbang menuruni tabung menuju satu nilon atau yang lain.
Source | : | Rockefeller University,Cell |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR