Nationalgeographic.co.id—Sepasang suami istri muda bergenggaman tangan. Sekitar sepuluh langkah dari sudut depan panggung, mereka berdiri agak terpisah dari para penonton dan tamu yang lain.
Sang istri sedang hamil tua. Perutnya kelihatan sudah sangat besar. Kandungan wanita muda itu mungkin sudah masuk usia kehamilan lebih dari delapan bulan.
Mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Bola matanya basah. Seolah menyadari hal itu, tangan kiri sang suami mengenggam lebih erat tangan kanan istrinya.
Di atas panggung, belasan anak sedang tampil. Masing-masing dari mereka membawa angklung, alat musik tradisional dari Jawa Barat.
Lima anak di barisan terdepan tampak merupakan penyandang sindrom down (down syndrome). Wajah mereka terlihat mirip semua, baik laki-laki maupun perempuan.
Wajah anak-anak yang berada di barisan belakang tampak normal. Tapi mungkin saja mereka juga merupakan penyandang jenis tunagrahita lainnya.
Mereka sedang memainkan angklung sambil menyanyikan lagu Kasih Ibu yang juga diiringi sebuah piano. "Kasih ibu kepada beta / Tak terhingga sepanjang masa // Hanya memberi tak harap kembali / Bagai sang surya menyinari dunia//"
Mengapa mata ibu hamil itu mendadak basah di sebelah suaminya tidaklah jelas. Mungkin ia sekedar terharu melihat penampilan anak-anak sindrom down tersebut.
Atau bisa jadi, salah satu dari anak-anak sindrom down yang tampil di panggung itu adalah anak mereka. Atau mungkin, janin yang sedang dikandung wanita muda itu telah diidentifikasi bakal terlahir sebagai bayi dengan sindrom down.
Deteksi dini sindrom down dalam kandungan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni skrining dan diagnostik. Skrining dilakukakan dengan USG, menilai jumlah cairan di belakang leher bayi pada usia 11-13 minggu atau panjang janin 4,5 – 8,4 sentimeter. Nilai normal ialah kurang dari 3,5 mililiter. Jika jumlah cairan di belakang leher bayi mencapai di atas 3,5 mililiter, bisa dicurigai janin mengalami sindrom down.
Adapun pemeriksaan diagnostik dilakukan lewat pemeriksaan amniosintesis, yakni pemerikasaan kelaianan kromosom janin dengan pengambilan sampel cairan ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan saat usia kehamilan sekitar 15-20 minggu ini memiliki tingkat keakuratan 100 persen untuk mendeteksi sindrom down.
Pemeriksaan diagnostik lainnya bisa dengan Chorionic Villus Sampling (CVS). Cara ini dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan plasenta untuk menilai keadaan kromosomnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada usia kehamilan sekitar 9-14 minggu ini memiliki tingkat akurasi yang juga 100 persen.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR