Nationalgeographic.co.id—Beberapa landmark paling ikonik di London nampak begitu elok, berdiri tegak mencakar langit. Namun, di balik keelokannya itu, beberapa hiasan tak sedap di pandang mulai beredar.
Tampak bangunan-bangunan bersejarah itu dikelilingi oleh limbah yang terkesan kumuh. Potret ini juga menjadi andil dalam kampanye satu miliar orang di seluruh dunia yang tinggal di daerah kumuh.
Bak bumi dan langit, landmark London yang dikenal elit dan kaya raya, menampilkan sisi lain dalam potret-potret yang diunggah dalam laman Evening Standard.
Namun tenang saja, semua gambar dari landmark itu hanya diedit oleh seniman ahli. Para seniman itu diminta untuk menambahkan potret sampah yang dibuat seolah-olah berada di sekitar bangunan ikonik di London.
Robin De Peyer menulisnya kepada Evening Standard dalam artikel berjudul Pictures: UK landmarks shown amidst filthy conditions to highlight the misery of slums yang diterbitkan pada 20 Desember 2013.
Pada gambar-gambar yang diedit itu, menunjukkan situs-situs ikonik di London, termasuk Istana Buckingham dan Lapangan Parlemen yang tenggelam dalam lautan sampah dan gambaran kemelaratan.
Mereka ditugaskan oleh badan amal pembangunan Inggris, Practical Action, dalam kampanye seruan untuk membantu mereka yang tinggal di daerah pemukiman kumuh dan tidak layak.
Simon Trace, CEO badan amal tersebut, mengatakan: “Kemiskinan perkotaan merupakan masalah global yang perlu segera diatasi."
"Setiap hari orang meninggal karena terpaksa minum air yang tercemar kotoran manusia dan tinggal di perumahan yang akan runtuh ketika gempa bumi, angin kencang atau banjir datang,” lanjutnya.
Badan amal itu memiliki misi tersendiri untuk memberikan pemandangan dan perandaian jika urbanisasi secara besar-besaran terjadi di Inggrsi, hingga menyebabkan ledakan kepadatan penduduk dan melahirkan kawasan kumuh.
Badan amal tersebut telah meluncurkan seruan Kota yang Lebih Aman, berharap dapat mengumpulkan dana untuk bisa membayar air bersih, toilet, dan pelatihan bagi keluarga di beberapa daerah kumuh termiskin di dunia.
Source | : | Evening Standard |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR