Hal ini membuat orang-orang yang tidak memiliki anak jadi lebih umum. Di kota-kota pra-revolusi Prancis, 15 hingga 22 persen populasi orang dewasa tetap melajang dan, kemungkinan, tanpa anak.
Pendekatan baru terhadap pernikahan dan keibuan ini memberi wanita lebih banyak fleksibilitas dan kemandirian.
Dalam beberapa tahun terakhir, para sejarawan telah mengungkap catatan menakjubkan tentang kapasitas wanita modern awal untuk menghidupi diri mereka sendiri sebagai pembantu rumah tangga, pedagang, penjahit wanita, pemberi pinjaman uang, binatu, dan dalam banyak perdagangan lainnya.
Beberapa wanita, seperti penyair Mary Masters, berdamai dengan tidak pernah menjadi ibu.
Di seberang Atlantik di koloni Amerika, tidak memiliki anak seumur hidup lebih jarang terjadi. Di antara para pemukim Eropa, perintah alkitabiah untuk "berbuah dan berkembang biak" dan kebutuhan anak-anak untuk bekerja di ladang menyebabkan pernikahan dini dan banyak keturunan.
Namun demikian, pada tahun 1800-an, tingkat kelajangan di antara wanita kulit putih di Amerika Serikat meningkat sejalan dengan Eropa Barat, karena lebih banyak wanita percaya bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan yang mereka pedulikan dan berjuang untuk kesetaraan dan hak pilih tanpa beban membesarkan anak.
Terlebih lagi, pada akhir 1800-an, pernikahan dan melahirkan anak perlahan-lahan menjadi terpisah. Lebih banyak wanita -terutama wanita perkotaan dan mereka yang tinggal di New England- mulai membatasi melahirkan anak dalam pernikahan, bahkan jika mereka menikah selama masa subur mereka.
Dengan industrialisasi dan demokratisasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat, standar hidup yang lebih baik dan tingkat pendidikan wanita yang lebih tinggi membuat lebih banyak pasangan sadar akan pengendalian kelahiran. Pengetahuan ini sering tidak terucapkan karena kendala hukum dan ketakutan akan ketidakwajaran.
Namun, pasangan ini melihat kontrasepsi sebagai sarana untuk fokus pada pekerjaan dan filantropi. Selain itu, pengendalian kelahiran ini juga mereka gunakan untuk menghindari kematian yang menakutkan saat melahirkan, bahkan jika spons dan pesarium tidak terlalu dapat diandalkan.
"Kombinasi wanita yang memilih untuk menolak menikah atau menjadi ibu ini berarti tingkat tanpa anak mencapai puncaknya pada tahun 1900-an. Setidaknya 1 dari 5 wanita Amerika yang lahir antara tahun 1885 dan 1915 tidak pernah memiliki anak," tulis Rachel Chrastil.
Baca Juga: Kisah Ma Barker, Ibu dalam Pusaran Kriminalitas Anak-anaknya
Baca Juga: Mengapa Seorang Ayah Bisa Jadi 'Predator' Bagi Anaknya Sendiri?
Source | : | The Washington Post |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR