studi ini dimulai dengan harapan dapat menambah wawasan baru selama masa transisi ini,” kata para peneliti menjelaskan alasan di balik studi mereka.
Penelitian ini menggunakan alat statistik seperti pengujian hipotesis dan pengambilan sampel data untuk menguji Restorasi Meiji. “Restorasi Meiji memiliki tiga keunggulan untuk studi kami selain ketersediaan data," kata mereka.
"Pertama, sebelum pergantian rezim, mobilitas sosial sangat rendah. Kedua, Restorasi Meiji mereformasi sistem pendidikan secara drastis, dan terakhir, pergantian rezim menghasilkan sistem hierarki elit baru.”
Para peneliti membagi data yang dikumpulkan menjadi dua kohort untuk menganalisis tahap sebelum dan sesudah perubahan rezim, dan berbagai pengaruhnya terhadap mobilitas sosial.
Perubahan rezim meletakkan dasar bagi non-elit untuk mengangkat diri mereka ke kelas elit, terlepas dari asal sosial mereka. Selama berbagai tahapan pergantian rezim yang sukses, elit baru tidak serta merta berseberangan dengan elit lama.
Perubahan tersebut merupakan proses bertahap yang dimulai dengan hubungan permusuhan antara elit lama dan petahana, namun perlahan berkembang menjadi kompromi, setelah transfer kekuasaan politik dilakukan.
Para peneliti menemukan bahwa dengan penggulingan awal rezim lama, rakyat jelata memiliki kesempatan terbesar untuk bergabung dengan kelas elit. Meritokrasi memainkan peran besar pada tahap ini.
Namun, setelah konsolidasi rezim baru, peluang mobilitas elit berangsur-angsur menurun, karena struktur yang stabil, berdasarkan kompromi elit, diciptakan.
Baca Juga: Alih Fungsi Kipas Lipat, dari Aksesori Mode Menjadi Senjata Mematikan
Baca Juga: Arkeolog Palsu di Jepang Buat Kebohongan Terbesar Sepanjang Sejarah
Baca Juga: Tomoe Gozen, Samurai Wanita Terkuat yang Setara dengan 100 Prajurit Bersenjata
Source | : | British Journal of Sociology,Tokyo University of Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR