Nationalgeographic.co.id - Fu Lin (1638—1661) dikenal sebagai Kaisar Shunzhi atau Kaisar Shizu dari Dinasti Qing. Pemimpin yang cerdas, rajin dan tegas ini menerapkan kebijakan untuk pemulihan ekonomi dan pertanian. Meski Kekaisaran Tiongkok menyatakan ia meninggal karena sebab alami, banyak rumor soal Shunzhi yang menghilang misterius.
Menjadi kaisar sejak balita
Ketika Fu Lin berusia lima tahun, ayahnya, Kaisar Hong Taiji (1592—1643), meninggal dunia. Kematian kaisar menyebabkan perselisihan sengit atas takhta antara kakak tertuanya dan pamannya Dorgon. Sama-sama kuat, keduanya menolak untuk berkompromi.
Untuk mencapai kesepakatan dan tidak mau melemahkan dinasti, mereka memilih pewaris lain untuk menduduki takhta, Fu Lin yang berusia lima tahun sebagai kaisar berikutnya. “Sementara orang dewasa yang kuat itu memperoleh kekuasaan sebagai wakil penguasa,” tulis Gloria Lotha di laman Britannica.
Pihak kakak laki-laki Fu Lin setuju untuk naik takhta karena dia juga putra mendiang Kaisar Hong Taiji. Dorgon mendukungnya karena, dalam beberapa gosip, dia dan ibu Fu Lin memiliki hubungan asmara.
Pada tahun yang sama, Dorgon menipu dan memaksa jenderal Wu Sangui untuk membuka gerbang Celah Shanhai di Tembok Besar. Ia memimpin pasukan Qing berbaris di dalam Kota Beijing. Setelah itu, Kaisar Shunzhi pindah ke Istana Terlarang. Kekaisaran Qing secara resmi memulai pemerintahannya sebagai otoritas nasional dalam sejarah Tiongkok.
Dorgon, wakil penguasa yang sombong dan brutal
Belakangan, Dorgon membunuh kelompok politik kakak laki-laki Kaisar Shunzhi dan musuh politik lainnya. Ia memperoleh otoritas terpusat sebagai wakil penguasa Qing yang paling kuat. Dalam beberapa catatan sejarah, Dorgon menikah dengan ibunda Shunzhi, Permaisuri Xiaozhuangwen (1613—1688).
Di bawah pemerintahan Dorgon, tentara Qing terus menang dan berkembang. Di saat yang sama, mereka melakukan banyak pembantaian besar-besaran yang tidak manusiawi di beberapa kota.
Dia juga memaksa setiap pria untuk mencukur setengah dari kepala mereka dan memiliki gaya rambut yang dikepang. Jutaan warga sipil dikorbankan untuk melawan kebijakan ini.
Sebagai wali Qing yang paling kuat, Dorgon tegas, sombong, dan tidak menghormati kaisar mudanya.
Oleh karena itu, dua bulan setelah kematian Dorgon, banyak pejabat mengajukan tuntutan terhadapnya. Pejabat menuntut agar gelar kebangsawanannya dicabut dan mayatnya digali serta disiksa di bawah komando Kaisar Shunzhi.
Kontribusi Dorgon pada Dinasti Qing dipulihkan dan diklarifikasi sekitar satu abad kemudian oleh Kaisar Qianlong.
Ideologi Konflik dari Kaisar Shunzhi
Setelah kematian Dorgon, Kaisar Shunzhi yang berusia 13 tahun memperoleh dan memperbesar kekuasaan terpusat. Ia menetapkan serangkaian etiket dan sistem administrasi berdasarkan pemerintahan akhir Kekaisaran Ming.
Namun sebagai raja yang tegas dan cerdas, Kaisar Shunzhi sering berada dalam kontradiksi yang rumit.
Ia menghormati asal muasal Manchu yang nomaden dan bersikeras untuk melestarikan beberapa tradisi mereka.
Di sisi lain, dia sangat mengagumi Zhu Yuanzhang dan Zhu Youjian, kaisar pertama dan terakhir dari Dinasti Ming. Selain itu, Kaisar Shunzhi juga merupakan penggemar berat budaya Han dan Konfusianisme.
Ia adalah pangeran yang lahir dan tumbuh dalam rezim nomaden yang sangat menghormati kekuatan militer. Namun kemampuan membaca, menulis, melukis, dan sastra Kaisar Shunzhi dalam budaya Han sangat baik.
Bahkan Kaisar Shunzhi menunjukkan hormat dan simpati pada mereka yang melawan Dinasti Qing. Hal yang tidak umum bagi seorang kaisar.
Baca Juga: Puyi, Kaisar Tiongkok yang Pertama Kali Belajar Bahasa Inggris
Baca Juga: Kisah Magu, Dewi Rami 'Abadi' Tiongkok yang Menyembuhkan Asia Kuno
Baca Juga: Xuan, Dibesarkan di Penjara Hingga Jadi Kaisar Tiongkok Hebat
Baca Juga: Kisah Kota Terlarang Tiongkok yang Kini Sudah Tidak Terlarang Lagi
Ironisnya, meskipun dilaksanakan oleh pamannya Dorgon, pembantaian tidak manusiawi itu terjadi di bawah masa pemerintahannya.
Akibatnya, Kaisar Shunzhi mencoba untuk meningkatkan kekuasaan dan status pejabat Han dalam pemerintahannya. Di saat yang sama, ia menunjukkan bias dan preferensi yang jelas terhadap menteri nomadennya.
Di bawah pemerintahannya, Kaisar Shunzhi mengizinkan orang-orang nomadennya menikah dengan orang-orang Han.
Ia juga mengunjungi mausoleum kaisar Ming dan berbelasungkawa kepada mereka. Akan tetapi ia juga terus mengirimkan pasukannya untuk mengalahkan pasukan yang mencoba memulihkan Dinasti Ming.
Kemakmuran di masa pemerintahan Kaisar Shunzhi
Pada akhirnya, ideologinya yang kontradiktif meredakan konflik sengit antara Han dan orang Manchu.
Kaisar Shunzhi menghentikan perilaku kejam membunuh semua penduduk kota yang ditaklukkan. Dia juga mempromosikan banyak kebijakan amnesti kepada semua pasukan Ming.
Untuk memulihkan ekonomi, sang kaisar mendorong warga sipil untuk mengeksploitasi dan mengolah lebih banyak tanah pertanian.
Ada banyak keberatan dari bangsawan Manchu yang masih menghormati hak istimewa mutlak dan kebijakan pembantaian mereka. Namun kaisar memastikan dengan tegas kebijakannya itu.
Setelah Shunzhi memperoleh kekuatan dari Dorgon, pembantaian besar-besaran akhirnya berhenti dan pertanian serta ekonomi mulai pulih.
Dia tidak diragukan lagi adalah seorang kaisar baik dan cerdas yang menangani situasi rumit dengan bijaksana.
Kisah asmara yang berakhir menyedihkan
Namun, kehidupan cinta Kaisar Shunzhi tidak secemerlang pemerintahannya.
Ketika dia berusia 14 tahun, dia menikahi ratu pertamanya, seorang gadis sombong yang dijodohkan oleh Dorgon. Setelah memperoleh kekuasaan, Shunzhi segera menurunkan pangkat ratu ini dan membatalkan pernikahan politiknya.
Segera, ibunya memilih ratu lain yang tidak disukainya, tetapi ratu ini baik dan sopan. Jadi Shunzhi tidak memiliki alasan untuk menurunkan posisinya.
Dua tahun kemudian, Kaisar Shunzhi bertemu dengan salah satu istri jenderalnya. Beberapa orang mengatakan jenderal ini adalah salah satu adik laki-lakinya.
Jatuh cinta pada pandangan pertama, ia membawa gadis itu pergi dari sang jenderal. Setelah itu, mantan suaminya bunuh diri.
Kaisar Shunzhi berusaha keras untuk menjadikan wanita bernama Dong sebagai ratunya, tetapi ditentang oleh ibu dan bangsawan lainnya.
Akhirnya, Dong menjadi selir kesayangan dan terhormat. Kebanyakan orang percaya bahwa Dong adalah selir tercinta sang kaisar.
Saat Dong melahirkan bayi laki-laki, putra keempat kaisar, Shunzhi mengumumkan pada dunia bahwa itu adalah bayi kesayangannya. Ia memberinya banyak gelar. Tentu saja itu bertentangan dengan tradisi kekaisaran.
Sayangnya, bayi laki-laki ini meninggal hanya beberapa bulan kemudian, diikuti oleh Dong tiga tahun kemudian.
Kaisar Shunzhi menganugerahkan gelar anumerta yang paling dihormati dan menguburkannya menggunakan upacara ratu.
Kaisar Shunzhi menghilang dari publik secara misterius
Kaisar Shunzhi meninggal dunia pada tahun berikutnya setelah kematian Dong. Dan putranya yang berusia tujuh tahun Xuan Ye naik tahta.
Dokumen resmi mencatat bahwa Kaisar Shunzhi telah meninggal dunia karena sakit. “Namun ada banyak gosip dan bukti yang menunjukkan bahwa dia menjadi biksu dan hidup di kuil di Gunung Wutai,” tambah Lotha. Ini dilakukan setelah Dong meninggal dunia.
Setelah kehilangan bayi laki-laki dengan Dong, kaisar menghabiskan banyak waktu untuk bertemu dengan para biksu dan menghormati salah satu dari mereka sebagai tuannya. Ia mencukur kepalanya dan mencoba mempelajari Buddhisme secara penuh saat Dong sakit.
Setelah Dong meninggal, Kaisar Shunzhi meninggalkan takhta dan menghilang dari publik. Saat itu Shunzhi baru berusia 23 tahun.
Kaisar yang cerdas ini meninggalkan kekaisaran yang relatif stabil dengan lebih sedikit warga sipil yang bermusuhan dengan ahli warisnya.
Dia meninggalkan kisah cinta yang menyedihkan dan akhir yang misterius bagi dunia.
Source | : | Britannica,China Fetching |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR