Nationalgeographic.co.id—Kubilai Khan (1215 — 1294), Kaisar Shizu dari Yuan, adalah seorang politikus yang cerdas dan seorang militeris yang luar biasa. Ia menjadi pemimpin dari suku nomaden pertama yang menjadi kaisar Tiongkok. Kubilai Khan menyelesaikan penaklukan Tiongkok (1279) yang dimulai oleh Genghis Khan pada 1211. “Dengan demikian, ia menjadi penguasa Yuan pertama yang memimpin Kekaisaran Tiongkok,” tulis Charles R. Bawden di laman Britannica.
Kehidupan awal Kubilai Khan: pangeran yang kaya wawasan
Sebagai cucu Genghis Khan, Kubilai Khan adalah seorang pemberani, cerdas, dan agresif. Ia berpartisipasi dalam banyak pertempuran, sama seperti ayah, paman, dan saudara laki-lakinya.
Berbeda dengan keluarganya, Kubilai mengundang sarjana dari Dinasti Han untuk mengajarinya sastra, sejarah, dan Klasik Konfusianisme.
Setelah kakak laki-lakinya, Mongke, memenangkan takhta dan menjadi Khan dari Kekaisaran Mongol, Kubilai dipercaya dengan lebih banyak kekuasaan.
Karena pengetahuannya akan budaya Han Tiongkok, ia bertanggung jawab atas bagian selatan kekaisaran Mongol dan invasi Dinasti Song. Sebagai ahli militer yang piawai, ia pun memperluas wilayah Mongol ke selatan.
Selama periode ini, Kubilai menikahi istri kesayangannya yang cantik, Chabi. Sang istri berasal dari kalangan bangsawan dan banyak berjasa dalam pendirian Dinasti Yuan.
Perebutan takhta dan pendirian Dinasti Yuan
Beberapa tahun kemudian, Mongke Khan tewas dalam pertempuran. Karena kematiannya yang mendadak, dia tidak memberikan perintah tentang siapa yang harus menjadi Khan berikutnya. Di saat yang sama, Kubilai sedang memimpin pasukannya berperang melawan Dinasti Song.
Mengutip dari China Fetching, “Chabi segera mengiriminya pesan darurat yang mengatakan bahwa adik laki-lakinya sedang mengerahkan pasukan untuk menjadi Khan berikutnya. Ia menyarankan agar Kubilai kembali ke Mongolia dan merebut takhta.”
Oleh karena itu, Kubilai kembali ke kota yang baru dibangun di Mongolia dan mengumumkan dirinya sebagai Khan Agung. Adik laki-lakinya, dengan tegas menentang penerimaan budaya Han oleh Kubilai, segera menuntut Khan lain.
Akibatnya, para bangsawan pun mulai berpihak. Kedua penguasa Mongol ini terus memperjuangkan keabsahan mereka. Perang saudara Mongol atas takhta ini berlangsung selama empat tahun. Kubilai akhirnya menang dan adik laki-lakinya dipenjara setelahnya.
Kemudian Kubilai Khan mendirikan Dinasti Yuan di Tiongkok utara, memindahkan ibukotanya ke kota Beijing, dan ia menjadi Kaisar Shizu dari Yuan.
Kaisar Kubilai Khan dan pemerintahannya
Beberapa tahun kemudian, Kubilai Khan, sekarang Kaisar Shizu dari Yuan, memimpin pasukannya dan menaklukkan Dinasti Song di Tiongkok selatan.
Setelah dia mempersatukan Tiongkok, dia berpedoman pada Konfusianisme serta mewarisi banyak pejabat dan sistem politik Song. Kaisar Tiongkok dari suku nomaden itu membagi seluruh kekaisaran menjadi beberapa provinsi. Sistem provinsi yang diciptakannya ini masih diterapkan hingga saat ini.
Pemerintahannya membangun banyak pos, mendorong pertanian, dan menyempurnakan sistem transportasi. Dia juga menerapkan kebijakan kebebasan beragama yang secara damai mengizinkan semua agama ada selama masa pemerintahannya.
Namun pemerintahannya bukan tanpa cela. Ia dikritik karena memulai banyak perang invasif dan membantai banyak nyawa dalam kampanye militer awalnya. Namun, bakat politiknya, keterampilan administrasinya, penghormatan terhadap Konfusianisme, dan kebebasan beragama juga dipuji.
Pencapaiannya jauh lebih besar karena dia adalah seorang barbar (di mata orang Tionghoa) dan juga seorang penakluk nomaden. “Bahkan dalam historiografi resmi Tiongkok, Kubilai Khan dari Mongol diperlakukan dengan hormat,” tambah Bawden.
Dia membangun sistem administrasi yang komprehensif dan meletakkan dasar yang kuat untuk kekaisaran besarnya.
Dilema di akhir pemerintahan Kubilai Khan
Meninggalnya Chabi, sang ratu menjadi kesedihan terbesarnya. Saat itu, ia sudah memiliki ahli waris, Jingim. Putra pertama Kubilai Khan dan Chabi itu berbakat, berani, dan ahli Konfusianisme.
Di tahun-tahun terakhir Kubilai Khan, seorang menteri mencoba menjebak putra mahkota. Dia berpura-pura bertindak sebagai pejabat setia Jingim dan menyarankan agar Kubilai Khan turun takhta.
Skema tersebut membuat Kaisar Kubilai cukup marah dan curiga. Ia memerintahkan beberapa pejabat yang kompeten untuk menyelidiki apakah putra mahkota tercinta berencana merebut kekuasaan darinya.
Kubilai KhanBaca Juga: Berkat Strategi Sun Tzu, Kubilai Khan Taklukkan Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Tionghoa Kalimantan Barat: Ekspedisi Kubilai Khan Sampai Mangkuk Merah
Baca Juga: Alasan Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang Mengubur Hidup-Hidup Cendekiawan
Baca Juga: Kisah Kaisar Yao, Titisan Naga Merah dari Era Neolitikum Tiongkok
Putra mahkota Jingim ketakutan dan kesal. Pemuda yang baik hati ini tidak ingin ayahnya meragukan cinta dan kesetiaannya. Namun akhirnya, ia meninggal karena ketakutan dan kesedihan.
Kaisar Kubilai Khan sangat berduka. Belakangan, ia mencalonkan seorang putra Jingim sebagai putra mahkota baru. Sang cucu kemudian naik takhta sebagai Kaisar Chengzong dari Yuan setelah Kubilai Khan meninggal pada tahun 1294 pada usia 79 tahun.
97 tahun, 11 kaisar
Dinasti Yuan yang dibangun Kubilai Khan bertahan selama 97 tahun. Namun, dalam waktu yang singkat, dinasti diperintah oleh 11 kaisar.
Kubilai Khan sendiri memerintah selama 23 tahun dan kaisar terakhir Toghon Temür memerintah selama 38 tahun. Namun kaisar lainnya memerintah untuk jangka waktu yang singkat. Ada banyak pertikaian di antara kelas penguasa atas takhta karena sistem bawaannya tidak mapan.
Setelah Genghis Khan meninggal, putra-putranya memperebutkan takhta. Bahkan Kubilai Khan juga harus merebut takhta melalui peperangan melawan saudaranya.
Cucu laki-laki Kubilai, Kaisar Chengzong dari Yuan, meninggal dunia tanpa pewaris. Lagi-lagi hal ini menyebabkan pertikaian untuk merebut kekuasaan.
Lebih buruk lagi, beberapa kaisar dibunuh segera setelah menjadi kaisar. Ketidakstabilan dan perubahan konstan itu merupakan alasan penting bagi penurunan Dinasti Yuan di masa depan.
Source | : | Britannica,China Fetching |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR