Ibnu Batutah mengamalkan ilmunya dengan mengabdi kepada Sulta Delhi, Muhammed Tughlaq. Ia diangkat sebagai qadi dan duta besar. Di Maladewa pun ia sempat menjadi qadi selama beberapa bulan.
Kepandaian dan pengetahuan yang diperoleh Ibnu Batutah selama penjelajahannya dianggap sangat berharga. Penguasa Maladewa sampai menggunakan segala cara agar Ibnu Batutah tidak pergi dari Maladewa. Ibnu Batutah diberi kedudukan tinggi, dinikahkah dengan putri kerajaan, sampai ditawan di istana.
Tak hanya penguasa Maladewa, banyak penguasan daerah lain juga kagum pada Ibnu Batutah. Sering kali Ibnu Batutah dijamu oleh para penguasa wilayah yang dikunjunginya. Kisah-kisah perjalanannya sangat memesona mereka.
Pada suatu kesempatan, Ibnu Batutah memperoleh hadiah dari Kaisar Byzantium, Andronicus III Palaelogus. Sang Kaisar begitu menghargai kisah dan gambaran Ibnu Batutah mengenai Yerusalem.
Ibnu Batutah mengakhiri penjelajahannya setelah Sultan Maroko memerintahkannya kembali pulang. Batutah kemudian memangku jabatan sebagai qadi di sana hingga akhir hayatnya.
Karena riwayat perjalanannya, Ibnu Batutah dijuluki sebagai Marco Polo Arab. Bahkan, para sejarawan barat menganggap bahwa ia melampaui Marco Polo.
Ibnu Batutah menempuh perjalanan sejauh 120.700 kilometer. Perjalanannya ini meliputi wilayah 44 negara yang kini tercantum dalam atlas modern.
Sampai saat ini, Ibnu Batutah dianggap sebagai salah seorang penjelajah terbesar dalam sejarah. Apalagi ia sempat menuliskan hasil penjelajahannya itu dalam sebuah buku berjudul Rihla, yang berarti perjalanan.
Rihla seperti sebuah kamera dokumenter. Ibnu Batutah mengungkapkan semua pengalamannya dengan tulus dan jujur. Tak heran, hingga saat ini Rihla dianggap sebagai sumber terpercaya sejarah sosial budaya dan geografi dunia di abad pertengahan.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR